Skip to content

Sosok Ibu dalam Sektor Pertanian

Anawar Muhammad Foundation – Setiap tahun, tanggal 22 Desember merupakan momentum spesial yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini karena pada tanggal tersebut diperingati Hari Ibu. Peringatan tersebut berasal dari sebuah agenda yaitu Kongres Perempuan Indonesia yang diadakan tanggal 22 Desember 1928. Meskipun berlabel “ibu”, hari yang istimewa ini sejatinya merupakan persembahan bagi para perempuan Indonesia. Kongres Perempuan yang diadakan dilakukan dengan tujuan menyamakan persepsi untuk bisa mengubah nasib perempuan di Indonesia.

Bayangan akan ibu selalu digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut. Ibu digambarkan dengan bagaimana dirinya menyiapkan sarapan keluarga, mengantarkan anaknya ke sekolah, ataupun melakukan pekerjaan yang tidak memberatkan. Namun, ibu merupakan sosok yang perkasa, menjadi tulang punggung keluarga, serta melakukan pekerjaan yang tidak pernah terbayangkan akan dipikul olehnya. Versi kedua seorang ibu inilah yang menjadi deskripsi bagi para petani perempuan. Mereka rela bangun pagi untuk segera ke sawah, bekerja di bawah terik matahari, dan peluh menetes berkali-kali.

Meskipun terlihat ekstrim, petani perempuan ternyata tidak sedikit jumlahnya. Di negara berkembang, perempuan mencakup 43% total jumlah tenaga tani. Di Asia Selatan, lebih dari 2/3 pekerja perempuan bekerja di sektor pertanian. Lebih jauh, di Afrika, lebih dari setengah petani berjenis kelamin perempuan. Peran perempuan dalam sektor pertanian kini sudah menjadi hal yang biasa.

Keterbatasan “Ibu” di Sektor Pertanian

Namun sayangnya, terdapat berbagai halang dan rintang yang dihadapi perempuan dalam sektor pertanian. Hal ini menciptakan kondisi tidak setara antara perempuan dan laki-laki. Petani perempuan, dalam banyak kasus, seakan-akan terhambat oleh sebuah tembok yang mencegah mereka untuk menjadi petani yang seutuhnya.

  1. Perempuan Memiliki Akses yang Lebih Sedikit Terhadap Sumber Daya Pertanian

Akses perempuan terhadap sumber daya pertanian tidak sama dengan laki-laki. Mereka memiliki keterbatasan dalam hal pembagian lahan, komoditas, hingga teknologi. Bahkan, jika kesetaraan akses ini diwujudkan, maka akan ada kemungkinan peningkatan hasil panen sebesar 20 – 30%.

  1. Keputusan Perempuan dalam Pertanian Terbungkam

Peran berupa pemikiran seorang perempuan dalam sektor pertanian terbatas. Penentuan penjualan dan pembelian produk pertanian atau lahan oleh perempuan umumnya lebih rendah dibandingkan laki-laki.

  1. Akses Informasi Perempuan Terbatas

Dalam sektor pertanian, akses informasi didapatkan dari berbagai sumber. Salah satunya adalah pertemuan kelompok tani serta penyuluhan. Seringkali, kegiatan publik ini dihadiri oleh banyak petani laki-laki. Perlu diperhatikan terkait dengan kemungkinan adanya perbedaan preferensi gender terhadap penyampaian informasi.

  1. Perempuan berperan ganda

Hebatnya petani perempuan, terutama seorang ibu, adalah bagaimana mereka bisa mengemban 2 tugas sekaligus. Ibu sudah banyak disibukkan dengan kegiatan merawat anak, memasak, membersihkan rumah, dan lain-lain. Namun mereka masih bisa berperan sebagai petani yang berusaha menyambung kehidupan keluarga.

  1. Krisis Iklim Meningkatkan Kerentanan Perempuan

Terjadinya krisis iklim tentu berdampak pada hasil panen. Perempuan merupakan sosok utama yang terdampak. Gagal panen menyebabkan pemasukan keluarga semakin sedikit. Selain terpuruk sebagai seorang petani, perempuan harus bisa mengatur keuangan keluarga yang sedikit akibat gagal panen.

Sumber foto :  Woman Work Farm

Perempuan Berdaya dalam Pertanian

Beberapa upaya dilakukan oleh berbagai pihak untuk meningkatkan peran perempan di sektor pertanian. Salah satunya adalah Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) Republik Indonesia. Dilakukan press release terkait dengan kesetaraan gender di bidang pertanian pada tahun 2016. Diberikan langkah-langkah yang diupayakan oleh KPP-PA bersama Kementerian Pertanian untuk mewujudkan kesetaraan gender di bidang pertanian. Perbedaan peran perempuan dalam sektor pertanian sesungguhnya merupakan hasil konstruksi sosial. Maka, banyak pula komunitas yang membangun kesadaran masyarakat terkait dengan kesetaraan yang seharusnya terjadi di sektor pertanian.

Baca Juga : Organic Agriculture is The New Black

Anwar Muhammad Foundation (AMF) berusaha untuk tetap mengikutsertakan petani perempuan dalam kegiatan proyeknya. Peran perempuan tidak lebih rendah kontribusinya dibandingkan dengan petani laki-laki. Inilah peran AMF sebagai lembaga nirlaba, salah satu komponen masyarakat, dalam menjaga kesetaraan gender pada sektor pertanian.

Author