Skip to content

Produksi dan Konsumsi Tidak Berkelanjutan, Perempuan Merugi

Anwar Muhammad Foundation – Kesadaran masyarakat akan produksi dan konsumsi berkelanjutan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan akses informasi mengenai konsep keberlanjutan semakin mudah dan masyarakat pun teredukasi hingga tersadarkan akan isu tersebut. Namun, penerapan keberlanjutan dalam aktivitas produksi dan konsumsi masih memerlukan tekad yang lebih kuat sehingga implementasinya semakin dapat galak dilakukan.

Petaka Perempuan Akibat Bisnis yang Tidak Berkelanjutan

(sumber foto: Unsplash)

Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang tersusun atas 3 aspek penting, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bisnis yang berkelanjutan berarti tidak hanya mementingkan profit saja, melainkan juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Bisnis yang berkelanjutan bukan hanya berarti aktivitas bisnis tersebut menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Bisnis tersebut juga bisa tidak memperhatikan aspek sosial.

Perilaku konsumsi yang tidak bertanggung jawab membutuhkan tenaga kerja murah untuk memelihara rantai produksi global. Di negara-negara berkembang, perempuan mencakup sebagian besar tenaga kerja dalam jenis pekerjaan jalur perakitan, cenderung berupah rendah. Mereka juga memiliki kondisi kerja yang buruk serta perlindungan sosial yang lemah. Perempuan yang bekerja dalam sektor ini seringkali dilarang untuk mendapatkan istirahat ke kamar mandi, dilarang cuti karena sakit, dan mendapatkan kekerasan fisik dan seksual.

Baca Juga: Ekonomi Sirkular untuk Mengurangi Sampah Kemasan Plastik

Perempuan sebagai konsumen dapat terdampak produk berbahaya dan bahan kimia secara tanpa sadar dan tanpa sepengetahuannya. Berbagai produk tidak jarang dibuat dengan bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan atau bahkan bagi manusia. Perempuan yang mengemban tugas rumah tangga lebih besar, termasuk keperluan membersihkan rumah, memiliki risiko kandungan bahan berbahaya. Isu lingkungan dan kesehatan, seperti karsinogenitas, mutagenitas, dan sensitivitas kulit, termasuk yang terkandung dalam bahan pembersih rumah, akan berdampak pada perempuan sebagai konsumen utama.

Perempuan juga banyak berkecimpung di bidang pengelolaan sampah. Semakin banyak sampah dari produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, semakin besar beban perempuan yang bekerja dalam pengelolaan sampah. Pekerjaan dalam pengelolaan sampah termasuk dalam sektor informal yang seringkali tidak memiliki regulasi yang kuat terkait ketenagakerjaannya. Pekerja perempuan dalam sektor informal pengelolaan sampah sering menghadapi risiko kesehatan dan keselamatan serta mengalami kekerasan dan diskriminasi.

Perempuan dan Kerusakan Lingkungan Akibat Keberlanjutan Diabaikan

(sumber foto: Unsplash)

Perempuan merupakan salah satu pihak yang rentan akibat aktivitas produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan. Kerusakan lingkungan akibat keberlanjutan yang diabaikan yang dimaksud termasuk perubahan iklim yang mempengaruhi ketersediaan bahan pangan serta air. Perempuan, terutama yang berasal dari keluarga petani subsisten, akan mengalami kerugian atas fenomena tersebut. Petani subsisten adalah petani yang bertani untuk keperluan konsumsi keluarganya sehari-hari. Menipisnya sumber daya alam menjadikan perempuan kesulitan menyediakan makanan bagi keluarganya.

Ketersediaan air yang terbatas akibat kerusakan lingkungan akan menjadikan perempuan kesulitan mencari sumber air lain. Hal ini dapat mengurangi kesempatan perempuan untuk melakukan kegiatan lain, termasuk memberdayakan diri sendiri.

Menekan Kesenjangan Gender dengan Keberlanjutan

Untuk menjawab kesenjangan dampak yang dirasakan oleh perempuan akibat produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, berbagai solusi perlu dilakukan. Keberlanjutan tentu merupakan aspek yang penting yang bisa mengubah sistem produksi dan konsumsi. Dampak buruk yang dirasakan oleh perempuan dapat berkurang karena produksi dan konsumsi memperhatikan aspek lingkungan dan sosial.

Baca Juga Sustainable Business Model-Innovation: Melampaui CSR

Ekonomi sirkular juga menjadi hal yang penting untuk bisa meminimalisir kesenjangan yang dirasakan oleh perempuan akibat kegiatan produksi dan konsumsi. Hal ini karena ekonomi sirkular banyak berkaitan dengan kandungan produk serta penanganan limbah. Perempuan sebagai konsumen maupun pekerja di ranah yang berhubungan dengan hal tersebut diharapkan dapat merasakan lebih banyak keuntungan dibandingkan kerugian.

Perspektif berbasis gender juga diperlukan dalam melaksanakan aktivitas produksi dan konsumsi. Dengan demikian, tidak hanya kebutuhan manusia yang dapat dipenuhi, melainkan perempuan serta pihak rentan lainnya bisa lebih berdaya.

 

Author