Anwar Muhammad Foundation – Dewasa ini, dampak kumulatif tidak dapat dinafikan di tengah maraknya proyek pembangunan. Dampak kumulatif merupakan akumulasi imbas suatu proyek, pembangunan di masa lalu, maupun aktivitas yang diprediksi di masa depan. Penilaian dampak kumulatif atau cumulative impact assessment (CIA) merupakan serangkaian penilaian yang kompleks terhadap dampak kumulatif. CIA tidak hanya mengukur dan menilai dampak atas kegiatan suatu proyek secara tunggal. Asesmen ini juga mempertimbangkan dampak yang dihasilkan oleh aktivitas proyek lain dalam satu wilayah yang sama.
Kompleksitas proses pelaksanaan CIA mendorong berbagai pihak untuk menghasilkan alternatif pengukuran dampak kumulatif yang lebih sederhana. Hal ini agar CIA tidak ditinggalkan meskipun asesmen yang dilakukan lebih komprehensif. CIA diperlukan karena dapat memberikan gambaran atas dampak tambahan dari proyek ketika ditambahkan ke dampak proyek lain.
RCIA, Penilaian Dampak Kumulatif yang Cepat
Salah satu terobosan dalam menilai dampak kumulatif adalah Rapid CIA (RCIA). International Finance Corporation (IFC) mendefinisikan RCIA sebagai pendekatan untuk menentukan aktivitas yang dapat mempengaruhi komponen yang bernilai secara signifikan. Komponen bernilai atau valued components (VCs) adalah komponen alam maupun manusia yang dianggap penting oleh semua pemangku kepentingan proyek.
RCIA muncul dikarenakan terdapat banyak tantangan dalam pengelolaan dampak kumulatif, terutama di negara berkembang. Dinamika yang biasa ditemui salah satunya kurangnya data dasar dasar (lingkungan, sosial, dan ekonomi). Minimnya data seringkali menjadi penghambat utama dalam proses pelaksanaan RCIA sehingga akan menambah waktu pelaksanaan studi. Selain itu, ketiadaan data juga akan menciptakan ketidakpastian dalam perkembangan dampak yang diantisipasi sehingga pengelolaan semakin sulit untuk dilakukan.
Baca Juga: Manajemen Adaptif sebagai Alat Pengelolaan Dampak Kumulatif
RCIA dilakukan melalui konsultasi dengan masyarakat yang terdampak, pengembang proyek, serta pemangku kepentingan lainnya. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang mendasar antara RCIA dengan CIA. RCIA secara operasional dapat diartikan sebagai versi sederhana dari CIA. RCIA juga diharapkan menjawab tantangan berupa tidak adanya skema perencanaan sumber daya regional, sektoral, atau terpadu yang strategis. Namun, pengelolaan dampak kumulatif setelah RCIA akan sulit untuk dilakukan jika kapasitas pemerintah terbatas, mulai dari kewenangan dan anggaran.
Langkah Pelaksanaan RCIA
(Sumber Foto: IFC 2013 (Diolah Kembali oleh AMF))
Dalam IFC Good Practice Handbook on Cumulative Impact Assessment and Management, terdapat 6 langkah RCIA. Langkah 1 yakni menentukan batas jangkauan spasial dan temporal. Dalam tahap ini, proses penentuan batasan VCs perlu dilakukan. Proses iterasi perlu dilakukan untuk menyempurnakan hasil pengelolaan yang diharapkan. Jangkauan spasial didasarkan pada kesatuan wilayah geografis atau satuan wilayah administratif tertentu, seperti desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya. Di sisi lain, jangkauan temporal menentukan dampak yang akan dihasilkan di masa depan dan meninjau dampak kegiatan pada masa lalu.
Pada tahap kedua, terdapat 2 komponen yang perlu dilakukan. Yang pertama yaitu proses identifikasi VCs dalam proses konsultasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkena dampak. Terdapat beberapa konsiderasi penting dalam langkah ini, antara lain:
- Pengaruh proyek terhadap VCs
- Skala VCs (lokal atau regional)
- Persyaratan atau peraturan yang berlaku
- Kepentingan VCs bagi masyarakat
- Potensi dampak yang merugikan secara signifikan dan dapat mempengaruhi VCs
- Sensitivitas atau kerentanan VCs terhadap gangguan
- Pengukuran dan pemantauan dampak potensial yang akan muncul
Komponen kedua dalam langkah kedua adalah proses mengidentifikasi proyek, aktivitas, dan pendorong lain yang dapat mempengaruhi VCs. Proses ini menyangkut penggerak lingkungan alami, misalnya seperti gunung berapi, tanah longsor, dan perubahan iklim. Diharapkan terdapat skenario pengembangan pada RCIA, jika dapat diprediksi secara wajar. Apabila seluruh kegiatan proyek tidak memengaruhi VCs, maka langkah ini tidak perlu dilakukan.
Langkah ketiga adalah proses menetapkan status dasar dan tren VCs. Langkah ini dimulai dengan mengumpulkan informasi tentang kecenderungan kondisi VCs, apakah stabil, menurun, atau meningkat berdasarkan indikator terukur. Apabila informasi tersedia dengan baik, ambang batas untuk kondisi VCs ditentukan. Jika belum ditetapkan, maka ambang batas tersebut harus ditinjau oleh otoritas yang kompeten. Setelah itu, ekstrapolasi informasi yang tersedia tentang dampak proyek dan aktivitas lain pada VCs dilakukan.
Baca Juga: Pendekatan inklusif untuk penilaian efek kumulatif
Langkah 4 yakni menilai dampak kumulatif pada seluruh VCs secara terpisah. Proses prakiraan dampak proyek terhadap kondisi VCs perlu mempertimbangkan mitigasi. Selain itu, perlu ada mekanisme penilaian perubahan kondisi VCs dari awal ke kondisi yang dipengaruhi oleh proyek lain, aktivitas, dan pemicu alami.
Langkah kelima dalam RCIA adalah menilai signifikansi dampak kumulatif. IFC (2013) mengakui bahwa langkah ini merupakan langkah paling sulit dan seringkali kontroversial. Dampak menjadi penting apabila dampak kumulatif mendekati atau melampaui ambang batas. Proses penentuan ambang batas ekologi untuk VCs biologis dan sosial seringkali dihadapkan pada kompleksitas. Maka dari itu, diperlukan pendekatan yang mengedepankan kehati-hatian dalam melakukan penilaian karena dampak kumulatif mungkin terjadi tanpa proyek. Selain itu, pandangan dari berbagai pihak juga perlu untuk dipertimbangkan, termasuk dari masyarakat adat.
Langkah terakhir adalah proses pengelolaan dampak kumulatif. Dampak dikelola hingga menunjukkan kondisi yang dapat diterima. Jika dimungkinkan, perlu ada identifikasi untuk proyek dan aktivitas lain. Selain itu, proses ini juga perlu mempertimbangkan potensi strategi regional untuk mempertahankan kondisi VCs agar tidak melampaui ambang batas. Proses lain yang dapat dilakukan yakni mempromosikan upaya terbaik dan mengedepankan pendekatan kolaboratif multi-pihak untuk mengelola dampak kumulatif. Lebih lanjut, program pemantauan dan pengadaan umpan balik atas pelaksanaan program untuk mengetahui tanggapan dari berbagai pihak diterapkan.
RCIA dapat menjadi suatu alternatif pendekatan dan langkah untuk melakukan penilaian dampak kumulatif. Meskipun tidak dapat memberikan gambaran yang utuh terkait dengan VCs, hasil RCIA dapat dipertimbangkan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam proses pengelolaan dampak kumulatif.