Skip to content

Mengecek Kesiapan Indonesia dalam Perdagangan Karbon

Anwar Muhammad FoundationPerdagangan karbon merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon secara global. Perdagangan karbon semakin banyak didiskusikan dalam berbagai forum, salah satunya Webinar Forest Share 5. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Rekayasa Kehutanan (HMH) Selva ITB dengan didukung oleh Anwar Muhammad Foundation (AMF). Dalam webinar tersebut didiskusikan bagaimana isu perubahan iklim yang berkaitan dengan kehutanan. Di dalamnya, terdapat materi tentang proyek yang berbasis sektorektor kehutanan menjadi opsi unggulan sebagai offset perdagangan karbon.

Indonesia Perlu Terus Bergerak dalam Menerapkan Konsep Ekonomi Hijau

Webinar Forest Share 5 dibuka dengan materi yang disampaikan oleh Egi Suarga, perwakilan World Resources Institute Indonesia. Pemaparan narasumber diawali dengan bagaimana perwujudan ekonomi hijau dalam dunia global. Dijelaskan pula mengapa konsep ekonomi hijau penting untuk diterapkan oleh berbagai pihak.

Meskipun masih memerlukan banyak peningkatan dalam berbagai hal, Indonesia tidak bisa dikatakan baru menjejaki dunia ekonomi hijau. Indonesia telah melampaui tahap dimana penilaian dan identifikasi keuntungan ekonomi hijau dilakukan. Berbagai studi dilakukan untuk bisa memvisualisasikan dampak positif ekonomi hijau. Hal ini akan semakin menguatkan upaya implementasi yang dilakukan.

Ekonomi hijau telah terintegrasi dalam dokumen pembangunan nasional. Ketegasan pemerintah dalam mewujudkan ekonomi hijau diwujudkan dengan memasukkan ekonomi hijau dalam kebijakan. Selain itu, ekonomi hijau telah menjadi salah satu strategi transformasi ekonomi di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendampingi digitalisasi UMKM dan hilirisasi industri.

Baca Juga: AMF dalam Penanganan Isu Perubahan Iklim dan Kehutanan

Mewujudkan Ekonomi Hijau dengan Perdagangan Karbon

(Sumber foto:Unsplash)

Isu deforestasi semakin banyak terjadi. Upaya reboisasi ataupun aforestasi terus berusaha digalakkan untuk menjawab masalah tersebut. Dalam skala yang lebih besar, reboisasi dan aforestasi merupakan salah satu pilihan terdepan sebagai carbon offset dalam sistem perdagangan karbon. Egi Suarga, narasumber Webinar Forest 5 sesi 1, memaparkan bagaimana perdagangan karbon merupakan upaya perwujudan ekonomi hijau.

Perdagangan karbon dinilai sebagai implementasi ekonomi hijau. Jual beli karbon juga dianggap memberikan dampak yang baik terhadap perubahan iklim karena dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. Perdagangan karbon, berdasarkan pemaparan Egi Suarga, memiliki suatu skema yang disebut dengan cap and trade.

 Baca Juga: IPI Sebagai Pendukung dalam langkah Menghijaukan Lingkungan

Cap berarti batas maksimal emisi karbon yang bisa dihasilkan oleh pihak tertentu. Pihak tersebut dilarang menghasilkan emisi karbon yang lebih dari batas yang ditentukan. Jika emisi yang dihasilkan dalam periode tertentu melebihi batas, pihak tersebut harus membeli izin tambahan. Nantinya, emisi karbon yang dihasilkan bisa lebih dari batas yang ditentukan asalkan terdapat upaya offset atau pengurangan emisi karbon yang dilakukan di daerah lain.

Meningkatkan Kesiapan Indonesia dalam Perdagangan Karbon

Seperti usaha mitigasi perubahan iklim pada umumnya, tantangan merupakan hal yang tidak terelakkan. Bagi Indonesia, investasi untuk mencegah emisi karbon yang berlebihan sangatlah besar. Diperlukan mekanisme kebijakan yang kuat agar mobilisasi pendanaan dan investasi kegiatan rendah karbon terimplementasi dengan baik.

Teknologi yang dimiliki Indonesia juga masih perlu ditingkatkan. Percepatan transfer ilmu dan teknologi dari negara lain akan sangat membantu partisipasi Indonesia dalam perdagangan karbon. Indonesia juga menjadi opsi menarik bagi negara lain untuk membeli kredit karbon. Teknologi rendah karbon yang memadai akan memudahkan peran Indonesia tersebut.

Dalam pemaparan Egi Suarga, Indonesia juga harus siap menyambut perdagangan karbon dengan menyiapkan pasar karbon terlebih dahulu. Secara umum terdapat 2 jenis pasar karbon, yaitu voluntary carbon market serta mandatory carbon market. Di Indonesia, kedua jenis pasar karbon ini belum banyak tersedia. Nilai ekonomi karbon dan peraturan terkait merupakan kunci membangun pasar karbon di Indonesia, terlebih pasar karbon domestik.

Tidak hanya itu, beberapa hal dalam aktivitas perdagangan karbon juga harus diatur dengan baik. Mekanisme pelaporan dan verifikasi harus diatur sejelas mungkin. Penerbitan persetujuan emisi karbon juga harus disusun secara sistematis agar kelalaian pihak untuk menghasilkan emisi tidak terjadi.

 

Author