Pada tanggal 25 Maret 2022, beberapa masyarakat ikut serta dalam aksi Climate Justice Now. Tahun ini, tagar yang diusung adalah #PeopleNotProfit. Hal ini didasari fakta bahwa negara-negara kaya bertanggung jawab atas 92% emisi global yang mencemari lingkungan. Orang-orang kaya yang merupakan 1% dari populasi dunia menghasilkan emisi dua kali lipat emisi yang dihasilkan masyarakat termiskin di dunia. Tagar tersebut pun diambil untuk menyadarkan pihak-pihak dengan profit besar agar lebih memperhatikan bumi dibandingkan dengan harta kekayaannya.
Alam sejatinya memiliki 2 peran terhadap perekonomian, secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, alam menyediakan sumber daya dan material yang menjadi input produksi barang dan jasa. Secara tidak langsung, alam berjasa dalam menyerap emisi yang dihasilkan kegiatan perekonomian. Alam juga memiliki siklus-siklus air, nutrien, ataupun unsur yang menjaga keberlangsungan kehidupan di bumi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan kombinasi beberapa jenis sumber daya. Sumber daya itu mencakup sumber daya manusia, sosial, alam, dan sumber daya jadi seperti alat dan fasilitas. Di antara sumber daya tersebut, sumber daya alam (SDA) memerlukan perhatian khusus.
Baca Juga : Disrupsi Pandemi, Momentum atau Ancaman Transportasi Berkelanjutan?
Alam Memiliki Batasan
Seperti yang kita tahu, terdapat 2 jenis SDA, yaitu SDA yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Sebagaimana sebutannya, SDA yang tidak dapat diperbaharui dapat habis seiring berjalannya waktu. SDA tersebut memang tersedia di bumi dan bahkan dalam jumlah yang sangat besar. Namun, apabila manusia terus menggunakannya dengan membabi buta, SDA itu akan habis.
Isu SDA tidak terbarukan saat ini sedang menjadi topik hangat, terlebih dalam hal energi. Batu bara, selain menghasilkan emisi yang mencemari bumi, juga merupakan salah satu SDA yang tidak dapat diperbaharui. Transisi energi harus segera dilakukan agar ketergantungan batu bara tidak terus terjadi hingga SDA tersebut habis.
Sumber: Protest Manifestation Climate – Free photo on Pixabay
Baca Juga : MotoGP Mandalika: PLTS Menjadi Pawang Energi Listrik
Perubahan Lingkungan Bisa Bersifat Irreversible
Tersedianya SDA yang dapat diperbarui tidak lantas membuat manusia lengah. SDA terbarukan bukan berarti dapat dieksploitasi semena-mena. SDA tersebut tetap memiliki ambang batas yang seharusnya tidak dilewati oleh manusia.
Sebagai contoh, ikan merupakan SDA yang bisa berkembangbiak. Hal ini menjadikan ikan seharusnya dapat tersedia terus menerus. Namun, eksploitasi ikan akan dapat menghasilkan perubahan ekosistem air. Ketidakseimbangan populasi akan membahayakan sistem rantai makanan yang selama ini terjadi.
Selain itu, alam juga hadir dengan dinamika yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh manusia sebelumnya. Tidak jarang, fenomena yang terjadi memicu perubahan signifikan terhadap ketersediaan SDA yang dapat diperbarui. Perubahan lingkungan tidak jarang bersifat irreversible atau tidak dapat kembali seperti kondisi sedia kala.
Baca Juga : Dampak Dari Isu Kenaikan Bahan Bakar Pertamax
Perubahan Lingkungan Dapat Berdampak pada Generasi ke Generasi
Perubahan lingkungan bukan merupakan suatu hal yang bisa disepelekan. Dalam skala tertentu, perubahan lingkungan tidak hanya dirasakan oleh satu generasi saja, namun oleh 7 turunan atau bahkan lebih lebih. Bahkan, generasi yang merusak lingkungan tidak sempat merasakan dampak perubahan lingkungan karena dampak tersebut baru muncul beberapa generasi setelahnya.
Atas karakteristik-karakteristik alam yang khusus tersebut, patutlah manusia mempertimbangkan pemanfaatan SDA dengan sebaik-baiknya. Apa yang terjadi pada lingkungan nantinya juga mempengaruhi perekonomian. Maka, agar perekonomian dapat bertumbuh dengan baik, alam juga harus diperlakukan dengan sadar dan bijaksana.
Sumber:
Everett, T. et al. (2010). Economic growth and the environment (publishing.service.gov.uk)
FFF. (2022). March 25 – Fridays For Future