Skip to content

Disrupsi Pandemi, Momentum atau Ancaman Transportasi Berkelanjutan?

  • by

Pandemi Covid-19 yang telah melanda dunia hampir 2 tahun terakhir telah membawa banyak perubahan terhadap berbagai sektor, termasuk sektor transportasi. Pembatasan perjalanan dan kebiasaan baru untuk menjaga jarak membawa perubahan terhadap mobilitas, baik pergerakan orang maupun barang. Fenomena-fenomena perubahan pada sektor transportasi juga menjadi 2 mata pisau implementasi sistem transportasi berkelanjutan.

  

Pandemi sebagai Ancaman Penerapan Transportasi Berkelanjutan

Kebijakan pembatasan mobilitas untuk menekan penyebaran dari virus Covid-19 berdampak pada sektor transportasi di Indonesia. Sektor transportasi, khususnya transportasi darat, mengalami penurunan laju pertumbuhan sebesar 5,34% untuk angkutan darat dan 42,34% untuk angkutan rel. Kebijakan pembatasan mobilitas menyebabkan penurunan penumpang transportasi publik secara umum sebesar 50%-90% dari kapasitas normal.

Pengurangan pengguna transportasi umum tentu memberikan dampak yang beresiko terhadap sektor transportasi dan aspek keberlanjutan. Hal ini karena transportasi umum menjadi salah satu moda yang dapat mendorong perwujudan transportasi berkelanjutan. Terbatasnya kapasitas transportasi publik dan minimnya transportasi aktif dapat menimbulkan kecenderungan untuk menggunakan kendaraan bermotor pribadi. Hal ini merupakan fenomena yang tidak inklusif dan berpotensi menambah daftar panjang permasalahan transportasi di Indonesia. 

 Baca Juga : Transformasi Digital Pasca Pandemi: Area 3T Perlu Perhatian (

Pandemi sebagai Momentum Penerapan Transportasi Berkelanjutan

Pandemi Covid-19 juga dapat dimanfaatkan sebagai momentum dalam mewujudkan transportasi perkotaan yang berkelanjutan. Pembatasan mobilisasi menjadikan masyarakat memaknai ulang arti dan urgensi dari sebuah perjalanan. Pembatasan mobilisasi juga memaksa masyarakat untuk memiliki kebiasaan baru yaitu beraktivitas secara remote di dalam rumah tanpa melakukan perjalanan.

Work From Home berpotensi menjadi strategi kebangkitan lalu lintas (Travel Demand Management) dan berpotensi menjadi jawaban atas persoalan kemacetan. Selama pandemi juga terjadi perkembangan eksponensial dari sisi teknologi sehingga memungkinkan aktivitas di ruang virtual. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk merekayasa kebutuhan perjalanan agar semakin efisien.

Dengan berubahnya pola mobilitas akibat pembatasan, timbul beberapa kebiasaan baru pada masyarakat dalam memilih moda perjalanan. Salah satunya adalah meningkatnya minat masyarakat untuk bersepeda atau disebut dengan bike booming. Menurut data dari ITDP, DKI Jakarta mengalami peningkatan jumlah pesepeda hingga lebih dari 1.000% sejak pandemi Covid-19. Fenomena ini dapat dimanfaatkan menjadi momentum untuk mengalihkan preferensi moda transportasi masyarakat menjadi moda transportasi non-motorized. Oleh karena itu, dapat kita lihat bahwa pandemi Covid-19 dapat membuahkan suatu momentum berganti pada moda yang lebih berkelanjutan.

Sumber: Photo by Mufid Majnun on Unsplash

Menindaklanjuti Perubahan Sektor Transportasi Selama Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 memberikan kesempatan bagi peningkatan kualitas pelayanan transportasi publik. Sterilisasi sarana prasarana, memastikan penegakan protokol kesehatan, dan penambahan SPM kebersihan pada angkutan umum dapat dilakukan. Integrasi multimoda juga dapat diupayakan, mulai dari integrasi antar angkutan umum, angkutan umum dan kendaraan non-bermotor, serta angkutan umum dan kendaraan pribadi. Integrasi struktur tarif dan pembayaran antar angkutan umum serta integrasi sistem informasi tidak boleh luput dari perhatian.

Transit Oriented Development (TOD) dengan menciptakan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang padat bisa diterapkan oleh Indonesia. Pengoptimalan kepadatan ruang dan kapasitas angkutan umum perlu dilakukan. Pembangunan di dekat jaringan angkutan umum berkualitas tinggi akan menciptakan aksesibilitas yang baik bagi pengguna transportasi umum. Penataan parkir dan kebijakan ruang jalan juga menjadi cara perwujudan TOD

 Baca Juga : Energi dan Covid-19: Bagaimanakah Hubungan Antara Keduanya?

Dalam konteks bersepeda, upaya yang dapat dilakukan adalah penyediaan fasilitas bersepeda yang memadai. Berkaca pada Kota Paris dan Berlin, jalur sepeda pop-up permanen dapat dibangun selama pandemi. Penghapusan parkir on-street di sepanjang jalan juga bisa menambah jalur sepeda. Hal tersebut harus diintervensi agar kebiasaan bisa diterapkan dalam jangka waktu yang panjang.

Pergeseran dalam sektor transportasi perlu direspon dengan optimal. Hal ini agar momentum perubahan tersebut tidak menghambat perwujudan transportasi berkelanjutan dan menambah daftar panjang permasalahan transportasi di Indonesia. Menetapkan strategi dalam mengelola lalu lintas dan meningkatkan pelayanan transportasi publik merupakan hal-hal yang dapat dilakukan dalam merespon momentum dan ancaman sistem transportasi selama masa pandemi. Mewujudkan integrasi angkutan umum dan pembangunan infrastruktur pesepeda dan pejalan kaki pun dapat mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di masa mendatang. 

 

Sumber: Dokumen Kerja Sama AMF dan HMP PL ITB

 

 

Author