Skip to content

Transformasi Digital Pasca Pandemi: Area 3T Perlu Perhatian

Anwar Muhammad Foundation – Pandemi Covid-19 merupakan momentum yang mendorong masyarakat dunia untuk segera bertransformasi digital. Pembatasan fisik demi mengurangi infeksi virus menjadikan masyarakat memutar otak untuk menemukan cara agar aktivitas tetap dapat dilakukan. Beraktivitas di ruang digital pun menjadi jawaban.

Informasi tentang Covid-19 serta sistem pemantauan infeksi Covid-19 merupakan hal yang menunjukkan digitalisasi secara cepat. Berbagai berita bohong Covid-19 harus dibasmi dengan segera agar tidak terjadi kesalahpahaman masyarakat. Informasi tentang seberapa banyak orang terinfeksi Covid-19 ataupun tingkat kesembuhannya harus selalu diperbaharui untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Semua itu dilakukan dengan digitalisasi.

Pembelajaran jarak jauh merupakan kebijakan yang menunjukkan perubahan signifikan dalam dunia pendidikan. Sekolah identik dengan para murid dan guru datang bertatap muka di ruang belajar. Akibat pandemi, sekolah dilakukan secara virtual. Begitu pula pekerjaan yang biasanya mengharuskan pekerjanya untuk pergi ke kantor untuk mengontrol proyek perusahaan. Work From Home sudah menjadi slogan bagi hampir semua orang.

Perekonomian sempat anjlok akibat pembatasan fisik. Digitalisasi menjadi jawaban pemulihan unit usaha masyarakat. Kini, kegiatan jual beli secara virtual sudah menjadi hal yang lumrah. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pun tidak perlu risau dengan situasi pandemi Covid-19. Berbagai platform dapat menjadi lapak penjualan produk ke konsumen di seluruh penjuru Indonesia hingga dunia.

Transformasi digital merupakan salah satu faktor yang membantu percepatan pemulihan pasca pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 menyadarkan masyarakat bahwa dalam keterbatasan fisik kita masih dapat beraktivitas melalui ruang digital.

Tingginya Potensi Digital Indonesia

(sumber foto: Aerial Communication Connection – Free photo on Pixabay)

Indonesia memiliki potensi ekonomi digital tertinggi di ASEAN. Potensinya sebesar USD70 miliar yang setara dengan 40% dari total valuasi ekonomi digital ASEAN. Dalam memanfaatkan potensi ini, diperlukan sumber daya manusia digital yang perlu dipersiapkan. Hal ini dapat diwujudkan dengan pemerataan akses internet di seluruh penjuru Indonesia.

Baca Juga: Kontribusi AMF dalam Penyediaan Akses Internet di Area Rural

Konektivitas digital dalam rangka pemulihan pasca pandemi Covid-19 merupakan salah satu isu yang difokuskan dalam G20 presidensi Indonesia. Digitalisasi Indonesia, menurut DEWG (Digital Economy Working Group), membutuhkan prinsip pemberdayaan, keberlanjutan, serta inklusivitas. Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, prinsip inklusivitas merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Penyediaan Akses Telekomunikasi 3T Indonesia Terus Diupayakan

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara inklusif merupakan kunci dari transformasi digital. Daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) harus tetap terjangkau oleh berbagai upaya transformasi digital yang dilakukan. “No One is Left Behind” harus menjadi motto dalam menyediakan akses telekomunikasi yang merata.

Salah satu upaya pemerintah dalam mendukung percepatan transformasi digital adalah dengan menyediakan satelit multifungsi di daerah pelosok Indonesia. Satelit ini bertajuk SATRIA-1 yang direncanakan dapat 150.000 titik pelayanan publik. Sebanyak hampir 50.000 titik kantor pemerintahan daerah hingga unit desa akan dijangkau oleh satelit ini.

Baca Juga: Rusia Perang, Indonesia Berpotensi Merajai Perdagangan Nikel

Pemerintah, melalui Badan Layanan Umum Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BLU BAKTI) Kementerian Kominfo, juga akan membangun 9.113 Base Transceiver Station (BTS) di wilayah 3T. Dilakukan Kontrak Kerja Sama Penyediaan Layanan Seluler BTS yang merupakan upaya perwujudan proyek tersebut. Selain itu, pemerintah juga berupaya berkoordinasi dengan operator-operator seluler agar tidak membiarkan wilayah 3T terbengkalai tanpa akses.

Pembangunan Wilayah 3T Penuh Tantangan

Semangat dalam menyediakan akses telekomunikasi di daerah 3T dihadapkan oleh berbagai tantangan. Tantangan pertama yaitu tantangan geografis. Akses pembangunan dirasa sulit karena harus melewati gunung, lembah, dan laut. Perlu upaya yang lebih besar dalam menyediakan infrastruktur telekomunikasi area 3T dibandingkan dengan penyediaan di wilayah yang mudah dijangkau.

Tidak hanya itu, tantangan kultural pun dihadapi selama mengupayakan akses telekomunikasi yang merata. Wilayah 3T kental dengan kebiasaan dan adatnya. Perlu strategi yang tepat untuk bisa masuk ke dalam tatanan masyarakat sehingga pembangunan diterima dengan baik. Edukasi digital kepada masyarakat yang kurang familiar dengan teknologi juga membutuhkan upaya ekstra.

Baca Juga: Penting Nya Memahami Pola Membangun Kemitraan Multi Pihak

Tantangan administratif birokrasi, terutama dengan pemerintah daerah provinsi, kabupaten atau kota bahkan desa juga harus diperhitungkan. Terdapat pula tantangan keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap infrastruktur yang dibangun ataupun tenaga manusia yang hadir dalam pembangunan. Namun, ini semua dapat dilalui dengan kerja sama yang baik antar berbagai pihak dan visi yang sama untuk mewujudkan akses telekomunikasi yang inklusif.

Author