Skip to content

Hutan, Solusi Krisis Iklim yang Terus Terancam

  • by

Anwar Muhammad Foundation – Hutan merupakan suatu ekosistem terpenting yang ada di bumi. Hutan disebut sebagai paru-paru dunia karena merupakan sumber oksigen yang besar. Luas hutan secara global dapat mencapai 4,1 miliar ha atau 31% dari luas permukaan bumi. Sebagian besar hutan berada di daerah tropis, termasuk Indonesia. Dalam artikel ini akan membahas hutan bisa menjadi solusi krisis iklim.

Hutan Terancam Gundul

Solusi Krisis Iklim

(Sumber: Image by Alain Audet from Pixabay)

Selama kurang lebih 30 tahun ke belakang, hutan dunia berkurang hingga 178 Mha. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu faktor terbesar penyebab rusaknya hutan adalah aktivitas pertanian dan peternakan. Lebih jauh, hal ini disebabkan karena meningkatnya populasi manusia sehingga mendorong kebutuhan pangan yang lebih banyak.

Hal menarik tentang bagaimana pertanian meningkatkan kerusakan hutan adalah semakin tinggi harga komoditas pertanian, semakin tinggi pula deforestasi yang dilakukan. Lahan pertanian harus ditambah untuk menstabilkan kembali harga komoditas. Hal ini berarti semakin menipis lahan hutan yang tersedia.

 Baca Juga : Mengapa Lingkungan Perlu Dipertimbangkan dalam Perekonomian? 

Selain itu, pengalihfungsian lahan hutan juga terjadi karena semakin banyaknya pembangunan yang menunjang pemenuhan kebutuhan manusia. Deforestasi hutan untuk aspek ini akan semakin tinggi jika hutan memiliki elevasi yang rendah, tidak terlalu curam, serta dekat dengan permukiman. Keberadaan air yang berlimpah namun lahannya tidak terlalu basah merupakan faktor yang menjadikan hutan sebagai target deforestasi.

Kerusakan hutan juga didukung oleh beberapa aspek sosial, contohnya penegakan hukum. Hukum yang lemah memungkinkan oknum tidak bertanggungjawab melakukan penebangan hutan secara liar untuk keuntungan pribadinya. Selain itu, keberadaan masyarakat adat juga menjadi pertimbangan dilakukannya deforestasi. Meskipun demikian, selalu ada isu tentang masyarakat adat yang terancam akibat pembangunan yang mengorbankan hutan.

Mitigasi dan Adaptasi Krisis Iklim pada Sektor Kehutanan

Rusaknya hutan akan mendorong terjadinya krisis iklim. Hal ini karena hutan kehilangan kemampuannya untuk menyerap emisi gas rumah kaca. Hutan yang rusak juga dapat mengemisikan GRK ke atmosfer.

Mengurangi angka derforestasi merupakan suatu hal yang paling utama dilakukan. potensi pengurangan emisi dengan meminimalisir deforestasi adalah sebesar 0,4 – 5,8 GtCO2 per tahun hingga 2050. Namun, hal ini dirasa sulit dilakukan karena seiring berjalannya waktu kebutuhan manusia semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa penggunaan lahan untuk pemenuhan kebutuhan manusia dapat terus terjadi.

Baca Juga : Akselerasi Transisi Energi dengan Forum Transisi Energi G20 

Upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan aforestasi dan reforestasi. Aforestasi merupakan upaya mengubah suatu lahan menjadi hutan, sedangkan deforestasi adalah menanami lahan yang dulunya hutan yang rusak. Tidak hanya mengurangi emisi GRK yang ada, upaya ini juga dapat mencegah permukiman terkena dampak krisis iklim, seperti banjir. Potensi mitigasi dari aforestasi dan deforestasi dapat mencapai 10,1 GtCO2 per tahun.

Manajemen hutan yang masih terjaga harus dilakukan. Menjaga hutan dapat dilakukan dengan hal teknis seperti pemeliharaan pohon-pohon dan pengurangan potensi kebakaran hutan. Penegakan hukum kehutanan juga harus dilakukan. Pemerintah harus bisa berpihak pada kelestarian hutan sehingga memaksimalkan upayanya dalam bersikap tegas terhadap oknum perusak hutan.

Author

Tags: