Skip to content

Ecovillage 101: Desa Mampu Menjadi Role Model Keberlanjutan

Anwar Muhammad Foundation – Kota adalah pilihan bagi banyak manusia untuk menjadi tempat tinggal. Berbagai kemewahan dan kemudahan tersedia di perkotaan. Kehidupan yang canggih juga menjadi kelebihan tersendiri. Namun, di sisi lain, desa tidak kalah menarik hati. Desa merupakan unit masyarakat yang identik dengan alam dan keasriannya. Dibandingkan dengan perkotaan, desa dianggap lebih terjaga baik dari segi lingkungan maupun segi sosialnya. Desa seringkali menjadi pilihan bagi siapapun yang menginginkan kedamaian.

Tidak dihiasi dengan gedung bertingkat dan kendaraan yang berlalu lalang, udara desa relatif masih bersih. Pohon-pohon dan tanaman hijau masih meliputi lahan desa, berbeda dengan perkotaan yang lahannya sudah menjelma bangunan dan jalanan. Masyarakat desa juga masih harmonis. Gotong royong dan ramah tamah merupakan ciri khas masyarakat desa. Saling membantu adalah apa yang dilakukan jika terdapat seseorang yang sedang dilanda kesulitan.

Meskipun sudah identik dengan lingkungan yang terjaga, konsep pembangunan berkelanjutan harus diterapkan di desa. Desa seharusnya tidak dibiarkan begitu saja karena stigma “alami”nya. Perlu upaya yang lebih agar kealamian desa terus dipertahankan. Desa harus menjadi bagian dari terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk skala yang lebih besar.

Ecovillage: Apakah itu?

Ecovillage merupakan istilah yang mulai muncul. Ecovillage menggambarkan suatu desa yang secara aktif meregenerasi lingkungan sosial dan alamnya dengan memastikan masyarakatnya andil dalam proses tersebut. Meskipun berlabel “eco”, aspek yang dibawa Ecovillage tidak hanya lingkungan saja. Ecovillage mengintegrasikan dimensi sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan dalam sistem yang menyeluruh untuk mewujudkan keberlanjutan.

Ecovillage mengunggulkan unsur kedigdayaan masyarakatnya. Partisipasi masyarakat dalam desa menjadi unsur utama dalam Ecovillage. Ecovillage dibentuk bukan karena terdapat praktisi yang mendatangi desa untuk melakukan proyek berkelanjutan. Ecovillage muncul dari hati masyarakat untuk mewujudkan keberlanjutan dalam kehidupan mereka sendiri.

Baca Juga: Kompleksitas Regenerative City, Solusi Kompleksitas Isu Kota

Alami ataupun Dengan Sengaja, Perwujudkan Ecovillage Membutuhkan Upaya Bersama

(Sumber foto: gen-europe.org)

Ecovillage mengedepankan unsur partisipasi dari warganya. Berdasarkan Global Ecovillage Network, terdapat 2 jenis Ecovillage apabila dilihat dari proses pembentukannya, yaitu tradisional dan intentional.

  1. Traditional

Ecovillage tradisional berarti bahwa suatu desa menerapkan konsep Ecovillage sejak dahulu kala. Warga menerapkan prinsip keberlanjutan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan kearifan tradisional yang sudah ada dengan inovasi terkait hidup berkelanjutan.

  1. Intentional

Seperti sebutannya, Ecovillage bersifat intentional diciptakan secara sengaja. Artinya, desa tersebut awalnya belum menerapkan konsep berkelanjutan secara utuh. Orang-orang yang bersatu dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan keberlanjutan di lingkungannya.

Baca Juga: Partisipasi Indonesia dalam Pasar Karbon: Perlu Akselerasi

Ecovillage Menggambarkan Kehidupan Sehari-hari di Masa Depan

Berbeda dengan Regenerative City yang lebih mengedepankan teknologi, Ecovillage sejatinya lebih fokus pada konsumsi masing-masing individu. Warga Ecovillage berusaha untuk menggunakan energi, lahan, dan material secukupnya. Semua itu dilakukan dengan nilai kebersamaan dan kerjasama antar warganya. Ecovillage dipenuhi dengan kehidupan sosial warganya yang aktif. Terdapat berbagai kegiatan komunal yang menyatukan warganya satu sama lain.

Masyarakat yang hidup di Ecovillage menggambarkan hidup yang sederhana, namun memuaskan. Mereka hidup dengan cukup, namun terasa berlimpah karena segala sumber daya bisa dibagikan antar warga. Akan sangat indah jika kehidupan dijalani dengan konsep demikian. Ecovillage siap menjadi contoh keseharian di masa depan.

Author