Skip to content

Don’t Look Up Versi Krisis Iklim: Apa yang Akan Kita Lakukan?

Anwar Muhammad Foundation – Apa yang Anda rasakan setelah mendengar prediksi bahwa Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050? Bagaimana perasaan Anda jika pada tahun 2070, suhu bumi diperkirakan meningkat 2,25oC dan Benua Arktik tidak lagi diselimuti oleh es? Apakah muncul rasa takut, cemas, atau khawatir pada diri Anda? Ataukah Anda tidak merasakan apapun?

Semakin penelitian tentang krisis iklim digalakkan, semakin banyak prediksi hal buruk yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan. Hal ini merupakan hal yang bagus karena dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan krisis iklim yang sedang terjadi. Namun, apakah benar jika kecaman-kecaman yang berdasar penelitian ilmiah tersebut benar-benar menggerakkan masyarakat?

Film Don’t Look Up Muncul Merefleksikan Isu Krisis Iklim di Akhir Tahun 2021

Sumber foto : kumparan.com

Pada Desember 2021, sebuah film bertajuk Don’t Look Up rilis untuk dinikmati oleh masyarakat. Film ini menceritakan tentang seorang astronomer dan muridnya yang mendapati sebuah komet sebesar Gunung Everest sedang mengarah ke bumi. Segala hal dilakukan oleh keduanya untuk bisa meyakinkan siapapun bahwa komet tersebut akan mampu memusnahkan umat manusia.

Sayangnya, membuat orang lain untuk percaya dan bertindak adalah sesuatu yang tidak mudah. Terlebih jika orang-orang tersebut tidak tahu menahu terkait astronomi. Padahal, para ilmuwan sudah mengiyakan fenomena hantaman komet raksasa tersebut akan bisa menghabiskan bumi. Namun, bagi masyarakat awam, membayangkan terdapat komet sebesar itu saja sudah sulit, bagaimana dengan membayangkannya menabrak bumi?

Baca Juga : Biodiesel Sawit Bagi Masyarakat: Bagaikan Dua Mata Pisau

Hal ini sering kita dapati pada isu krisis iklim. Segenting apapun masalahnya, sekredibel apapun datanya, terdapat pihak-pihak yang sulit percaya. Mereka belum menemukan alasan mengapa isu krisis iklim penting. Mereka tidak merasakan apa dampaknya secara langsung saat ini. Beberapa dari mereka bahkan tidak acuh karena merasa tidak akan hidup lama sehingga tidak akan merasakan dampaknya.

Komet film Don’t Look Up dipastikan mengenai bumi dalam 6 bulan 14 hari. Fenomena sedekat itu masih saja sulit mendapatkan atensi masyarakat dunia. Bagaimana dengan krisis iklim yang prediksi dampak besarnya notabene terjadi dalam hitungan tahun? Tentu akan lebih sulit lagi untuk mengumpulkan masyarakat paham akan apa yang terjadi.

Krisis Iklim Harus Diselesaikan Bersama

Sumber foto : Climate Change Global Warming – Free image on Pixabay

Menarik bagaimana film Don’t Look Up menggambarkan bahwa pemerintah, media, ataupun “orang-orang besar” lainnya memegang kendali besar terhadap pikiran masyarakat. Separah apapun masalahnya, jika “orang-orang besar” tersebut menginstruksikan agar tetap tenang, maka tidak ada alasan bagi masyarakat untuk risau. Mereka juga menjadi kunci dijalankannya kebijakan sebagai sebuah solusi permasalahan.

Dalam banyak kasus, “orang-orang besar” tersebut memiliki prioritas yang lain. Pada film ditunjukkan bahwa daripada mengurus masalah hancurnya bumi, pemerintah lebih peduli akan reputasinya di pemilu yang akan datang. Dibandingkan menggubris fenomena yang membinasakan umat manusia, pebisnis lebih memilih memikirkan bagaimana cara menaikkan saham penjualan produk mereka. Bukannya idealis menyebarkan awareness kepada masyarakat, pihak media hanya fokus dengan rating tontonan tayangan mereka.

Sebaliknya, masyarakat juga bisa mengarahkan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak-pihak besar lainnya. Kampanye yang masif dan dilakukan terus menerus akan bisa menghimpun masyarakat untuk memiliki satu pemikiran. Massa yang sudah besar akan bisa mendorong pihak-pihak tertentu, termasuk pemerintah, untuk melakukan sesuatu.

Saat ini, tidak terhitung jumlah kampanye akan masalah lingkungan dilakukan oleh para aktivis. Advokasi juga gencar dilakukan oleh mereka agar mendapatkan dukungan pemerintah atau swasta dalam menyelesaikan masalah lingkungan. Meski rasanya kampanye tidak memiliki ujung cerita, namun sesungguhnya gerakan akar rumput akan menjadi pondasi utama perubahan.

Maka, dalam kasus krisis iklim, sudah saatnya kita bergerak bersama. Masyarakat, pemerintah, swasta, media, atau kalangan lainnya harus bergerak bersama dengan peran masing-masing. Jika hanya salah satu pihak saja yang peduli akan krisis iklim, solusi tidak akan segera terwujudkan. Kesadaran masing-masing pihak dibutuhkan dalam isu ini.

Bukankah indah jika masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku yang lebih ramah lingkungan untuk menghalau isu krisis iklim? Kemudian tindakan tersebut menguatkan keyakinan pemerintah untuk menyusun kebijakan yang pro lingkungan. Pihak swasta pun demikian. Meskipun materi adalah hal yang penting didapat, namun kualitas lingkungan harus bisa dipertahankan. Gerakan dari masing-masing kalangan akan bersatu dan mewujudkan jalan keluar, yaitu terselesaikannya isu krisis iklim.

Author