Skip to content

Praktik Pendanaan Konservasi Sektor Kehutanan Dalam Tata Kelola Lingkungan Perdesaan

  • by
Praktik Pendanaan Konservasi Sektor Kehutanan Dalam Tata Kelola Lingkungan Pedesaan

Bersumber dari materi Mubariq Ahmad dalam Webinar  “Tata Kelola Lingkungan Pedesaan dalam Mendukung Kesejahteraan Sosial”

Indonesia memiliki sosok inspiratif di bidang konservasi hutan. Sosok ini pernah menjadi sorotan karena berhasil menghijaukan kembali bukit di desanya seorang diri. Beliau adalah Bapak Sadiman. Hal tersebut mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan yang kemudian menghadirkan manfaat ekologis dan ekonomis bagi masyarakat sekitar secara berkelanjutan. Berbekal ketulusan bahwa ingin menjadi bermanfaat bagi orang disekitarnya, Bapak Sadiman mengerahkan tenaganya untuk mencukupi kebutuhan air melalui penghijauan hutan.

“Kebutuhan sehari-hari yang tak putus itu ya air. Manfaatnya banyak sekali. Mereka yang memakai untuk air minum ada 800 keluarga. Kalau anggota keluarga ada lima orang sudah 4.000 orang memanfaatkan air dari bukit. Kalau setiap hari setiap orang 15 kali berurusan dengan air, itu sudah berapa? Begitu cara saya membayangkan manfaat air. Ini belum masuk ke sawah-sawah”. Kisah Pak Sadiman (https://www.mongabay.co.id/2016/03/20/kakek-sadiman-seorang-diri-hijaukan-bukit-gundul-bagian-1/)

Kisah di atas merupakan salah satu contoh kegiatan konservasi. Secara umum, konservasi diartikan sebagai kegiatan perlindungan, preservasi, pemanfaatan, dan pelestarian. Konservasi telah diatur dalam kebijakan di Indonesia. Undang-undang yang dapat dijadikan basis kegiatan konservasi di antaranya adalah: UU 9/1990 tentang Perlindungan Keanekaragaman Hayati, UU 41/1999 tentang Kehutanan, UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 6/2014 tentang Desa, UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP 46/2016 tentang Instrumen Ekonomi Perlindungan dan Pengelolaan LH, PP 57/2018 tentang SDG, PerMenKeu 221/2019 tentang pemanfaatan DBH Kehutanan (+ audit systemnya sudah disinkronkan dengan BPK), PerMenDes 21/2001 tentang Pelaksanaan SDG.

Berbicara mengenai pendanaan konservasi hutan, dikenal istilah PES (Payment for Ecosystem Service). PES merupakan pembayaran untuk layanan lingkungan, adalah insentif yang ditawarkan kepada petani atau pemilik tanah sebagai imbalan untuk mengelola tanah mereka untuk menyediakan semacam layanan ekologis. Dasar hukum PES ada dalam UU 32/2009 tentang PPLH dan PP 46/2016 tentang Instrumen Ekonomi PPLH. PES diwujudkan dalam investasi untuk mendapatkan kompensasi jasa ekosistem seperti air, wisata, iklim; investasi untuk mendapatkan jasa keanekaragaman hayati: pangan dan farmasi; dan investasi untuk mendapat tiga manfaat sekaligus, yakni jasa lingkungan karbon dan air, biodiversity, serta food security.

Saat ini pendanaan konservasi desa didasarkan pada dua hal. Pertama, tergantung lokasi geografis perusahaan restorasi ekosistem desa. Kedua, tergantung endorsement pemerintah pusat (KLHK) kepada masyarakat desa supaya menerima PES dari pihak luar.  

Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pendanaan konservasi desa adalah dengan mencermati peluang pendanaan dengan mengaitkan berbagai aturan pemerintah, menjalankan fasilitasi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari pemerintah kabupaten, menjalankan fasilitasi konservasi desa dengan dua manfaat utama, yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan penguatan konservasi desa. Beberapa aturan atau inisiasi yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan pendanaan desa yang optimal adalah aturan yang terkait dengan Dana Desa, afirmasi Dana Desa, inisiatif restorasi hutan BPDAS, Permendes 21/2021 tentang Desa Ramah Lingkungan Lestari, Desa Ekologis Ramah Perubahan Iklim, Program Pemerintah Jambi Desa HIJRAH (Desa Hijau dan Sejahtera), dan DBH-DR.

Sumber pendanaan konservasi di tingkat desa, sangat ditentukan bagaimana pihak –pihak terkait mendefinisikan konservasi dalam konteks desa secara tepat. Konservasi yang diterapkan di sebuah desa harus menjawab kerugian atau keuntungan konservasi bagi masyarakat desa setempat. Untuk mewujudkan pendanaan yang optimal diperlukan kreativitas dan inovasi dalam memfasilitasi masyarakat desa.

Author