Bersumber dari materi Rizkiasari Yudawinata WWF Indonesia dalam Webinar “Peran Akademisi dalam Mewujudkan Green Economy Berbasis Pendanaan dalam Kerangka Green Financing 30 Januari 2021”
Sustainable finance action plan mengacu pada bagaimana mengintegrasikan aspek Lingkungan, Sosial, dengan Tata Kelola atau LST dalam menentukan alokasi modal. WWF Indonesia memiliki beberapa kegiatan untuk mendorong realisasi sustainable finance, di antaranya melakukan kegiatan capacity building, thought leadership, green financial solution, project, research, study, dan lain-lain.
Faktanya, sustainable finance telah menjadi perhatian di berbagai negara ASEAN beriringan dengan komitmen penanganan terhadap climate change. Negara-negara tersebut misalnya Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Selain itu, tujuh dari sepuluh negara ASEAN telah mengeluarkan peraturan bank berkelanjutan dengan kerangka sustainable finance. Peraturan ini kemudian diterapkan pada lima bank di Asia Tenggara seperti Bank Negara Malaysia, Bank Of Thailand, Monetary Authority of Singapore (MAS), Bank Indonesia, dan OJK yang telah tergabung dalam Network for Greening the Financial System (NGFS).
Sejalan dengan berlakunya peraturan-peraturan yang dibuat oleh bank-bank di Asia Tenggara tersebut, WWF meluncurkan sistem penilaian bank berkelanjutan yang dikenal dengan Sustaiable Banking Assessment (SUSBA) sebagai sistem interaktif yang berisi tolok ukur kinerja integrasi LST dalam bank. SUSBA mengacu pada kerangka kerja, standard, dan inisiatif internasional. Selain itu, SUSBA berpegang pada prinsip dan pedoman nasional yang relevan dalam pelaporan keberlanjutan. Relevansi kondisi lingkungan dan sosial juga menjadi salah satu aspek yang diacu dalam penyusunan SUSBA. Tidak hanya itu, SUSBA disusun berdasarkan penelitian-penelitian berbasis sains oleh para ahli.
Secara holistik, sustainable finance memiliki enam pilar, yakni purpose, policies, processes, people, products, dan portofolio. Purpose meliputi strategi keberlanjutan, pelibatan pemangku kepentingan, partisipasi dalam inisiasi sustainable finance, dan advokasi kebijakan. Policies meliputi kebijakan yang berkaitan dengan LST dan sektor tertentu. Processes adalah pilar yang menilai risiko-risiko LST, pemantauan, dan pelibatan klien. People terkait dengan tanggung jawab atas LST dan pelatihan serta penilaian kinerja staf. Products mencakup integrasi LST dalam produk dan pelayanan. Portofolio adalah pilar yang berkaitan dengan penilaian risiko LST dan mitigasi.
Di Indonesia, sustainable finance diatur di dalam POJK No.51 Keuangan Berkelanjutan Pasal 7 Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib disusun berdasarkan prioritas masing-masing LJK (Lembaga Jasa keuangan). Implementasi keuangan berkelanjutan large corporate di Indonesia bisa diwujudkan dalam pembiayaan perkebunan sawit, jasa konstruksi infrastruktur, energi dan air, industri makanan dan minuman. Fokus pendanaan pada sektor yang memperhatikan lingkungan dan sosial akan mendukung ekonomi hijau di Indonesia.
Dalam hal untuk meminimalisasi kesenjangan pendanaan hijau dan mengatasi kerusakan lingkungan dan sosial, terdapat 8 bank mewakili 46% aset perbankan nasional menandatangani MoU untuk menjadi First Movers on Sustainable Bank Program, di antaranya Bank BCA, BNI, BRI, Mandiri, BJB, BRI Syariah, Muamalat, dan Artha Graha.
Program-program yang dirancang oleh WWF dalam Sustainable Bank Program adalah 6 rangkaian pelatihan yang didukung oleh pembicara Internasional dari HSBC, Standard Chartered, Credit Suisse, UBS dan WWF Internasional & WWF Singapura. Program ini melibatkan 299 staf dengan topik pelatihan terkait LST.
WWF juga membuat platform untuk meningkatkan pengetahuan sustainable finance dengan mengembangkan percontohan green financing dan memfasilitasi dialog dengan pemangku kepentingan. Hal ini membantu industri dalam mendemonstrasikan cara berkontribusi positif bagi masyarakat. Aksi nyata semacam ini dapat mempercepat kontribusi industri, khususnya perbankan, dalam mencapai tujuan nasional tentang komitmennya dalam manangani climate change melalui pembangunan rendah karbon untuk mencapai SDGs dan Perjanjian Paris.