Skip to content

Pentingnya Stimulus Fiskal dalam Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi di Indonesia

Artikel ini bersumber dari materi Dr. Surya Darma (Chairman METI) dalam Webinar Mirekel bersama AMF yang bertajuk Potensi dan Tantangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Juni 2021

Pentingnya pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi sejalan dengan komitmen global yang yang terdapat pada Paris Agreement. Di dalamnya tertulis bahwa terdapat komitmen bersama untuk mempertahankan suhu global agar tidak naik hingga 2 derajat celcius bahkan ditargetkan untuk mencapai 1,5 derajat celcius.

Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengalihkan anggaran subsidi BBM pada kegiatan produktif, seperti infrastruktur. Juga dengan berpedoman pada target pembangunan EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi) sebesar 23% dalam skenario bauran energi nasional pada 2025. Selain itu, juga bisa dilakukan dengan pengolahan limbah menjadi energi. Ketiga hal ini dapat diupayakan untuk mencapai cita-cita global yang tercatat dalam Paris Agreement. Dalam skala Nasional, target EBTKE di Indonesia didasarkan pada KEN (Kebijakan Energi Nasional) dan Rencana Umum Energi Nasional.

Berkaitan dengan hal di atas, terdapat harapan dunia yang disebut dengan Nett Zero Emission yakni ketika emisi karbon sepenuhnya dapat diserap oleh bumi melalui berbagai kegiatan manusia dan teknologi sehingga tidak menyebabkan pemanasan global. Dalam Paris Agreement tercatat bahwa harapan nett zero emission ini dapat terealisasikan pada 2050. Masih banyak pertanyaan yang menyertai proses realisasi harapan tersebut. Terlebih lagi di Indonesia yang 89% penggunaan energi masih dipenuhi oleh bahan bakar fosil dan 65% diimpor.

Yang menjadi tantangan hingga saat ini di antaranya transisi energi dari fosil ke Energi Terbarukan dapat dilakukan, Komitmen Nasional Pengurangan GRK 29%, apakah mungkin untuk menghapuskan Batubara pada 2040 dan meningkatkan Energi Terbarukan? Selain itu, masih dibutuhkan waktu yang lama untuk mengembangkan Energi Terbarukan. Dana yang dibutuhkan juga sangat mahal untuk membangun PLTU dalam 5 tahun ke depan. Padahal, kita masih harus membangun proyek Energi Baru Terbarukan dalam skala besar agar memiliki daya saing yang tinggi sehingga dana yang dibutuhkan juga besar.

Mengerucut pada pembicaraan tentang visi Indonesia 2045, Menteri LHK Berambisi Bauran Energi Baru Terbarukan Capai 50 Persen di 2050. 50% dari Porsi EBTKE pada tahun 2050 – sejalan dengan inisiatif METI, Inisiatif RE 50/50.

Lambatnya proses transisi energi di Indonesia disebabkan karena beberapa hal. Dalam ekonomi politik, masih terdapat kepentingan politik atas batubara sebagai pendapatan pemerintah dan sumber energi domestik. Dalam ranah kebijakan, kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah, ketidakpastian peraturan, dan perubahan peraturan yang sering terjadi. Dari praktik pasar, masih adanya subsidi energi untuk bahan bakar fosil, tarif listrik yang diatur, dan tarif energi terbarukan yang sangat mahal. Dari segi teknis, adanya keterbatasan kondisi geografis, jaringan yang terfragmentasi, dan kemampuan teknis.

Bagaimana Pentingnya Stimulus Fiskal?

Untuk melihat seberapa penting stimulus fiskal, dimualai dengan melihat harga ekonomi dan kebijakan harga. Harga ekonomi dapat dibedakan berdasarkan jenis teknologinya, skala kapasitas, ketersediaan infrastruktur yang memadai, biaya dan sumber dana untuk investasi. Sedangkan Kebijakan Harga didasarkan pada kebijakan fiskal, yang salah satunya menyentuh perihal kemudahan dan kepastian perizinan, dukungan pemerintah dan pemerintah daerah, juga tentang kebijakan pajak.

Berdasarkan rumus di atas, terdapat pengertian bahwa apabila tidak ada stimulus dan subsidi, harga jual sama dengan P (e). Hal ini akan memberatkan konsumen dan mungkin akan berdampak pada perekonomian. Jika stimulus tidak ada, maka harga jual sama dengan harga keekonomian dikurangi subsidi. Itu akan membebani APBN. Jika tidak ada Subsidi, maka harga jual sama dengan P(e) dikurangi Stimulus. Harga jual akan rendah jika stimulus diperbesar. Disinilah fungsi Stimulus Fiskal menjadi sangat penting untuk menekan harga jual kepada masyarakat.

Meningkatkan Perekonomian melalui Stimulus Fiskal

Insentif fiskal untuk Energi Terbarukan memang sudah ada. Indonesia dapat meningkatkan ekonomi melalui stimulus fiskal. Dalam pembahasan mengenai stimulus pendanaan, terdapat fakta-fakta di antaranya, ada penundaan angsuran pinjaman untuk EBTKE, ada penurunan suku bunga untuk berbagai pinjaman proyek EBTKE, penyesuaian mekanisme pengadaan IPP proyek EBTKE dengan relaksasi COD, Penghapusan hukuman finansial, pengenaan biaya tambahan untuk bahan bakar diesel, subsidi untuk bahan bakar biodiesel.

Apabila ingin meningkatkan pembangunan EBTKE, Indonesia dapat menetapkan pengenaan harga karbon dan pajak karbon dengan memasukkan biaya eksternal dalam perhitungan harga energi supaya semua energi dapat bersaing. Untuk meningkatkan pembangunan Energi Terbarukan dapat dilakukan penangguhan dan penghapusan PPN untuk pengembang Energi Terbarukan, penghapusan pajak penghasilan lembaga pengembang Energi Terbarukan, penetapan tax holiday tax holiday yang lebih lama, pengecualian PBB untuk investai Energi Baru Terbarukan, Pembebasan PPN dan bea masuk atas impor barang modal, mitigasi risiko oleh pemerintah, pengurangan laba bersih sbesar 30% dari total investasi, percepatan penyusutan aset berwujud dan percepatan amortisasi aset tidak berwujud yang diperoleh dalam rangka peneneman modal baru dan/atau perluasan usaha. Pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia adalah 10%; dan Kompensasi untuk kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

Kriteria dan persyaratan penggunaan fasilitas Pajak Badan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau bidang tertentu di bidang energi diatur dalam Peraturan ESDM Nomor 16 Tahun 2015. Poin penting dari peraturan tersebut di antaranya pembangkit listrik yang mengubah tenaga energi baru (hidrogen, CBM, batubara cair atau batubara gas), dan Pembangkit listrik E (hidro, tenaga surya, angin atau arus laut) menghasilkan tenaga listrik.

Kriteria Wajib Pajak yang dapat mengajukan pengurangan pajak penghasilan bidang EBTKE (Tax Allowance), yaitu memiliki nilai investasi minimal 30 B, atau memiliki karyawan minimal 100 orang pada saat beroperasi. Tax Holiday, Pengurangan pajak penghasilan badan sebesar 100% dari pajak terutang untuk Agensi. Perusahaan baru di industri pionir, berbadan hukum Indonesia, belum berproduksi komersial, memenuhi persyaratan DER (Debt Equity to Ratio).

Kesimpulan

Perihal regulasi, komitmen pengembangan EBTKE dinilai masih kurang, pemerintah masih mengandalkan fosil. Pada poin kebijakan harga, EBTKE dinilai mahal padahal harus bersaing dengan energi fosil. Oleh karena itu, perlu untuk menambah subsidi mengingat adanya penyediaan insentif yang tidak memihak untuk bersaing dengan fosil. Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga sekarang masih dalam keterbatasan dana untuk pengembangan EBTKE, Pola pengadaan EBTKE masih fokus skala kecil, Teknologi EBTKE terbatas, kewajiban konten lokal menyebabkan harga tinggi.

Dengan demikian, lambatnya realisasi EBTKE di Indonesia dapat terjadi karena penyempurnaan regulasi terkait energi terbarukan sedang dalam proses, khususnya RUU EBTKE dan Peraturan Presiden tentang Harga EBTKE. Termasuk juga perencanaan ketenagalistrikan (RUPTL), pelibatan dan pengoperasian yang mengutamakan EBTKE. Selain itu, penyediaan dana untuk pengembangan energi terbarukan dengan suku bunga terbilang rendah. Juga, masih perlu pemberian insentif fiskal bagi pengembang dan kompensasi pengadaan energi terbarukan. Terlebih sangat dibutuhkan pengadaan skala besar untuk EBTKE dalam pengembangan teknologi energi terbarukan.

 

Author