Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebagai bentuk komitmen terhadap potensi dampak yang ditimbulkan atas perubahan iklim, pemerintah meresponnya secara preventif melalui serangkaian kegiatan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kerentanan dan meningkatkan ketahanan. Berdasarkan urgensi tersebut dan sejalan dengan proses penyusunan dokumen Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI), Kementerian PPN/Bappenas mengeluarkan buku mengenai Kelembagaan untuk Ketahanan Iklim.
Buku ini dipublikasikan secara paralel dan merupakan kesatuan dari dokumen PBI. Buku ini memuat analisis peran K/L dan OPD untuk ketahanan iklim, telaah regulasi terkait ketahanan iklim, dan kepakaran yang berperan dalam pembangunan berketahanan iklim. Proses penyusunan Buku Kelembagaan untuk Ketahanan Iklim ini dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan K/L, OPD, pakar, dan para pihak terkait. Terdapat tiga Kementerian yang bersifat lintas sektor dalam aspek perencanaan, yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri.
Peran Kemeterian PPN/Bappenas adalah menyusun kebijakan atau pengambil keputusan kegiatan ketahanan iklim, think tank, dan mengkoordinir K/L. Sedangkan peran Kementerian Keuangan adalah merumuskan kebijakan teknis terkait penganggaran kegiatan ketahanan iklim, serta peningkatan ketepatan mekanisme penandaan kegiatan (tagging). Kemudian peran dari Kementerian Dalam Negeri adalah merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan pengintegrasian aksi ketahanan iklim kedalam sistem perencanaan, penganggaran, dan evaluasi pembangunan pemerintah prov/kab/kota.
Peran K/L sektoral juga memegang peranan penting dalam aksi implementasi PBI di setiap Sektor Prioritas. Dalam aksinya, pemerintah menetapkan pendekatan-pendekatan aksi melalui pendekatan Infrastruktur, Teknologi, Peningkatan Kapasitas, dan Tata Kelola dan Pendanaan. Secara singkat, strukturisasi hasil pemetaan K/L dalam implementasi aksi ketahan iklim sesuai RPJMN 2020-2024, PN 6, PP 2 (Perpres 18/2020) dibagi menjadi (1) Presiden sebagai Dewan Pengarah SDGs dan Bappenas sebagai Koordinator Pelaksana SDGs; (2) Kementerian KKP dan Kementerian Perhubungan berperan sebagai K/L kunci untuk Sektor Kelautan dan Pesisir; (3) Kementerian PUPR dan Kementerian LHK sebagai K/L kunci untuk Sektor Air; (4) Kementerian Pertanian sebagai K/L kunci untuk Sektor Pertanian; dan (5) Kementerian Kesehatan menjadi K/L Kunci untuk Sektor Kesehatan.
Adapun Kementerian LHK selain berperan sebagai K/L Kunci pada Sektor Air, ia juga berperan sebagai National Focal Point yang bertanggung jawab dan berkomunikasi terhadap seluruh kegiatan terkait United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di tingkat nasional Negara Pihak. Tak kalah penting, berdasarkan Sidang Kabinet Paripurna, Presiden Joko Widodo menegaskan Kementerian PPN/Bappenas sebagai Clearing House (Perumus Kebijakan dan Peraturan) agar fokus pada pengelolaan program/proyek prioritas nasional yang melibatkan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Contohnya adalah Clearing House perencanaan program prioritas dan Clearing House pengendalian perencanaan (melingkupi monitoring, evaluasi, dan rekomendasi tindak lanjut).
Dampak perubahan iklim yang terbesar tentu akan sangat dirasakan secara lokal oleh daerah terdampak, sehingga dalam implementasi aksi pembangunan berketahanan iklim diperlukan peran aktif pemerintah daerah. Regulasi yang mengatur peran Pemerintah Daerah adalah UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Untuk proses sinkronisasi/pengarusutamaan PBI dengan dokumen perencanaan daerah dapat dilakukan dengan mengadopsi alur proses sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional dengan pemerintah daerah. Sedangkan, untuk memastikan efektivitas pembangunan di daerah, untuk RKPD akan diselaraskan antara pusat dan daerah sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 40 Tahun 2020.
Fungsi kelembagaan dalam implementasi PBI adalah demi terciptanya perencanaan dan aksi ketahanan iklim yang optimal. Dengan terbitnya buku Kelembagaan untuk Ketahanan Iklim ini diharapkan bahwa setiap K/L dapat secara lebih terarah dalam menjalankan aksi implementasi PBI karena ketahanan iklim di masing-masing sektor akan bergantung pada kinerja dan koordinasi antara K/L kunci dengan K/L dan institusi pendukungnya. Langkah selanjutnya adalah bagaimana upaya pengarusutamaan RPJMN 2020-2024 dapat direspon oleh K/L dan OPD dalam penyusunan Renstra/Renstrada dan Renja K/L & OPD. Di sisi lain, tetap diperlukannya koordinasi dan keterlibatan aktif dari semua elemen pembangunan, yaitu sektor swasta, mitra pembangunan, akademisi, LSM, dan masyarakat. Hal ini diperlukan demi tercapainya Indonesia yang berketahanan iklim! (Tim AMF (Anwar Muhammad Foundation) dan RIB (Rumah Indonesia Berkelanjutan))