Anwar Muhammad Foundation – Dalam upaya memperkuat komitmen Indonesia terhadap penanggulangan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan, Anwar Muhammad Foundation (AMF) bekerjasama dengan United Nation Development Programme (UNDP) meluncurkan tiga dokumen yang terdiri dari Handbook Keuangan Iklim, Modul Ekonomi Sirkular, dan Kajian Pengantar Pembiayaan Campuran Syariah. Peluncuran dokumen ini didasari atas upaya untuk mendorong percepatan Indonesia mencapai target penurunan Gas Rumah Kaca sebagaimana yang disepakati pada dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) di tahun 2022.
Agenda peluncuran diselenggarakan di Gedung Nusantara V, Kompleks DPR RI pada Senin, 08 Juli 2024. Ketiga dokumen tersebut ditandatangani dan diresmikan oleh Mercy Chriesty Barends selaku Kepala Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI, Norimasa Shiomura selaku Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Amanda McLoughlin selaku Minister Counselor Development of UK FCDO, Fadli Zon selaku Ketua BKSAP, DPR RI, dan Nila Murti selaku Head of Innovative Financing Lab UNDP.
Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon menegaskan bahwa penanggulangan permasalahan iklim merupakan upaya kolaboratif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk parlemen. Oleh karenanya, perlu political will yang kuat untuk terus mengawasi dan mendorong terlaksananya rencana mitigasi perubahan iklim oleh pemerintah Indonesia. Beliau juga menggarisbawahi pentingnya kerjasama dan kolaborasi antar stakeholder, masyarakat, juga negara untuk mempercepat aksi penanganan masalah iklim. Akan tetapi, kesenjangan finansial yang cukup besar menjadi salah satu hambatan utama dalam penanganan masalah iklim. Dibutuhkan setidaknya dana sebesar 300 miliar USD pada tahun 2030 dan 500 miliar pada tahun 2050. Untuk itu, skema pembiayaan hijau memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Baca juga: Keselarasan Prinsip Syariah dan Prinsip Keberlanjutan dalam Perniagaan
Selain peresmian ketiga dokumen tersebut, agenda ini juga mengundang para ahli lintas-institusi dan agensi untuk berdiskusi terkait potensi dan tantangan pendanaan perubahan iklim serta implementasi prinsip ekonomi sirkuler guna mencapai target iklim nasional Indonesia.
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Dalam diskusi mengenai keuangan iklim, Bu Dyah Roro Esti selaku Sekretaris Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI, menjelaskan bahwa salah satu fungsi utama DPR sebagai lembaga legislatif adalah memastikan pendanaan perubahan iklim di Indonesia dikelola dengan baik dan merata. DPR mengawasi pemerintah agar penanganan iklim tidak hanya terfokus pada satu sektor saja, sehingga alokasi dana dapat merata dan efektif di berbagai sektor yang membutuhkan. Untuk memperkuat upaya ini, DPR berharap setiap provinsi dan daerah memiliki rencana khusus penanganan iklim yang terangkum dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Dengan demikian, setiap daerah dapat memiliki strategi yang jelas dan terukur dalam menangani perubahan iklim sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokalnya. Hingga saat ini, sebanyak 20 dari 34 provinsi telah meratifikasi RUED dengan target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Selain itu, DPR juga berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk akademisi dan masyarakat untuk menerima segala masukan dan rekomendasi kepada pemerintah. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat strategi penanganan perubahan iklim di Indonesia dan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan relevan dan efektif dalam mencapai target yang telah ditetapkan.
Sementara itu, dari sisi finansial Pak Boby Wahyu Hermawan selaku Ketua PKPPIM Kementerian keuangan memaparkan bahwa rencana anggaran untuk perubahan iklim telah dirancang secara komprehensif. Kementerian Keuangan menggunakan instrumen perpajakan untuk mendorong investasi di sektor ekonomi hijau. Kebijakan seperti tax allowance dan tarif khusus dirancang untuk meningkatkan daya tarik investasi hijau dan mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon. Selain itu, Kementerian Keuangan telah menganggarkan dana khusus untuk penanganan perubahan iklim, termasuk transfer fiskal ke daerah-daerah yang memiliki rencana penanganan iklim yang perlu didukung. Kementerian Keuangan juga mengimplementasikan skema pembiayaan hijau melalui inisiatif seperti SDG Indonesia One dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Skema ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan dan memastikan bahwa dana yang dialokasikan dapat digunakan secara efektif untuk proyek-proyek yang mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kapasitas adaptasi serta ketahanan iklim.
Disisi lain, Pak Aldi Muhammad Alizar, Ketua AMF, memaparkan pentingnya peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sipil dalam memastikan pencapaian komitmen iklim di Indonesia. Selain memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana iklim, masyarakat juga berperan sebagai pengawas, penghubung, dan pendukung dalam implementasi kebijakan iklim. Menurut laporan dari Climate Policy Initiative, pengawasan masyarakat sipil telah berhasil meningkatkan transparansi penggunaan dana iklim sebesar 20%. Hal ini menunjukkan efektivitas peran mereka dalam mengawal agenda perubahan iklim. Selain itu, LSM dan masyarakat sipil juga berperan penting dalam kampanye edukasi mengenai lingkungan kepada masyarakat luas. Edukasi ini sangat penting untuk membangun pemahaman yang mendalam dan mendorong tindakan nyata di tingkat individu dan komunitas, sehingga kontribusi terhadap tujuan iklim nasional dapat tercapai secara lebih efektif dan berkelanjutan.
Diskusi kemudian berlanjut dengan membahas konsep dan implementasi ekonomi sirkuler. Salah satu upaya awal yang dapat dilakukan dalam penerapan ekonomi sirkuler adalah mengubah pola pikir, dimana sebelumnya kita bergerak dengan ekonomi linear yang berbasis pada konsep ekstraksi, produksi, konsumsi, pengumpulan, pembuangan menjadi ekonomi sirkular yang menekankan pada penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Sementara itu, pemerintah dapat mendukung implementasi ekonomi sirkular salah satunya melalui pendanaan. Dalam upaya ini, lima sektor utama yang tercantum dalam Nationally Determined Contributions (NDC) yaitu energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk (IPPU), pertanian, dan kehutanan menjadi fokus anggaran fiskal Kementerian Keuangan. Selain itu, pemerintah juga telah mengalokasikan dana sebesar 16,9 triliun rupiah untuk pengelolaan limbah, yang menunjukkan dukungan signifikan terhadap upaya ini.
Penerapan ekonomi sirkular juga tercermin dalam sektor pertanian melalui inisiatif seperti Modul Pelatihan Sustainable and Good Agricultural Practices Budidaya Kopi. Modul pelatihan ini merupakan salah satu inisiatif AMF yang menggarisbawahi pentingnya Good Agricultural Practices (GAP) bagi petani. Dengan penerapan GAP, petani tidak hanya meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem. Melalui praktik pertanian yang baik dan berkelanjutan, para petani dapat mengelola sumber daya alam dengan lebih efisien, mengurangi limbah, dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Modul ini juga membahas komitmen terhadap produksi kopi yang bebas deforestasi. Dengan menghindari praktik pembukaan lahan yang merusak hutan, inisiatif ini membantu melestarikan keanekaragaman hayati dan menjaga fungsi ekosistem hutan. Selain itu, penerapan ekonomi sirkular dalam pertanian kopi juga mencakup strategi adaptasi ketahanan iklim, yang memungkinkan petani untuk menyesuaikan diri dengan kondisi iklim yang berubah-ubah, serta memastikan keberlanjutan produksi dengan pemanfaatan limbah kopi menjadi barang bernilai jual seperti pupuk organik.
Peluncuran ketiga dokumen ini diharapkan dapat menjadi panduan dan referensi bagi berbagai pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan kebijakan terkait lingkungan dan keuangan hijau. Disamping itu, kunci utama untuk mewujudkan tujuan ini terletak pada kolaborasi dan komitmen kuat dari seluruh elemen masyarakat. Oleh karenanya, mari kita jadikan momen ini sebagai titik balik untuk bersama-sama membangun masa depan yang lebih hijau dan lestari bagi Indonesia.