Skip to content

Membangun Indonesia dalam Pandangan Prof. Dr. Emil Salim

  • by

“Masa depan tidak bisa kita hadapi dengan cara-cara konvensional”-Prof. Dr. Emil Salim. Pesan Prof. Emil tersebut dilontarkan dalam Webinar yang diselesenggarakan oleh AMF bekerja sama dengan HMH ‘Selva’ ITB pada akhir Januari lalu. Beliau mengingatkan Indonesia pada tantangan-tantangan pembangunan berkelanjutan di tengah perkembangan teknologi dunia.

Jika ditarik mundur, dunia telah mengalami revolusi industri, yaitu 1.0, 2.0, 3.0, 4.0. Revolusi industri 1.0 ditandai dengan ditemukannya mesin uap pada abad ke-18. Revolusi industri 2.0 ditandai dengan ditemukannya tenaga listrik. Pada era tersebut tenaga manusia masih berperan sangat penting dalam proses produksi. Kemudian, masuk pada era 3.0 yang ditandai dengan adanya otomasi mesin yang diwujudkan dalam teknologi komputer dan robot. Berkembang ke era industri yang lebih canggih lagi, yakni revolusi industri 4.0 yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi siber (wartaekonomi.co.id). Di era 4.0 ini, Prof. Emil berpesan agar Indonesia harus segera bersiap untuk menjawab tantangan teknologi di era 5.0 yang membutuhkan kreativitas para cendekiwan.

Tantangan Indonesia untuk mengejar taraf pembangunan dalam ranah digital economy, artificial intelligence, dan robotics economy harus didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang cakap dengan berbekal pengetahuan dan keahlian saintifik. Di sinilah peran akademisi, atau yang disebut ‘para cendekiawan’ oleh Prof. Emil, sangat dibutuhkan. Sumber daya manusia dalam bidang akademik perlu lebih memahami kebutuhan pada 2045 saat Indonesia berada di tahap lepas landas. Dalam pandangan Prof. Emil, kreativitas pembangunan berasal dari otak manusia, skill, dan ilmu bukan pada mesin. Peranan akademisi dan saintis untuk menyumbangkan ilmu pikirannya diperlukan. Dengan mengandalkan otak, kemampuan, dan kreativitas, para cendekiawan harusnya mampu menentukan langkah yang tepat untuk merancang respons terhadap perkembangan teknologi dunia dalam kerangka berpikir nasional dan berkelanjutan. Dengan demikian, kekuatan pembangunan Indonesia terletak pada daya kreativitas manusianya.

Author