Langkah demi langkah pembangunan berkelanjutan oleh AMF terus dilakukan. Salah satunya dengan keikutsertaan AMF dalam koalisi GENERASI HIJAU. Selain meningkatkan kualitas lingkungan, bergabungnya AMF dalam koalisi ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi dalam mewujudkan visi dan misi AMF. Usai diadakan musrenbangnas, koalisi GENERASI HIJAU merespons positif atas komitmen presiden.
Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butar Butar menyambut baik komitmen yang disampaikan presiden dalam musrenbangnas. Bagi Paul, transformasi menuju energi baru dan terbarukan adalah sebuah keharusan yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan semua stakeholder. “Energi baru dan terbarukan adalah masa depan kita. Karena itu, green technology dan green product harus diperkuat untuk meningkatkan daya saing Indonesia di luar negeri”, ujar Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butar Butar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (5/5). Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan komitmennya untuk memperkuat ekonomi hijau (green economy) di Indonesia dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 di istana negara, Selasa (4/5). Pernyataan presiden ini menjadi langkah penting dalam penguatan ekonomi hijau dan mencegah krisis iklim. Menurut presiden, Indonesia mempunyai potensi kekayaan alam seperti hutan tropis yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk paru-paru dunia. Untuk memperkuat green economy ini, Jokowi mengatakan bahwa transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan harus dimulai. Paul menambahkan bahwa sehubungan dengan statement presiden tersebut dan dalam rangka mencapat net zero emission tahun 2050, Indonesia sudah harus memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan sedikitnya 50% di 2050, dan mulai mengurangi penggunaan energi berbasis fosil dan sama sekali tidak menggunakan fosil lagi mulai 2050, kecuali menggunakan teknologi carbon capture and storage. Paul yang juga anggota Koalisi masyarakat sipil Generasi Hijau (Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia) menegaskan bahwa transisi menuju energi baru dan terbarukan membutuhkan dukungan dan keseriusan pemerintah di semua tingkatan, terutama dukungan regulasi dan kebijakan fiskal di tingkat nasional dan daerah. Selain itu, lanjut Paul, Indonesia membutuhkan peta jalan (roadmap) transisi energi menuju net zero emission tahun 2050. “Karena itu, komitmen Presiden Jokowi yang disampaikan dalam musrenbangnas tersebut perlu kita dukung dan apresiasi bersama”, tegas Paul. Senada dengan Paul, Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) yang juga Koordinator Koalisi Generasi Hijau, Misbah Hasan, menambahkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau tidak cukup hanya di level komitmen politik, namun dibutuhkan kemampuan eksekusi di tingkat birokrasi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Karena itu, dukungan pendanaan dari APBN dan APBD menjadi sebuah keharusan dalam memperkuat komitmen yang sudah disampaikan presiden ini. Memang terdapat sejumlah skema kebijakan fiskal yang bisa digunakan pemerintah untuk memperkuat transisi menuju green economy, termasuk skema perpajakan, penandaan anggaran (budget tagging), dan juga transfer anggaran berbasis ekologi. Namun, Misbah memberi penekanan supaya pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBN 2022 untuk mendukung komitmen politik presiden ini. Untuk tahap awal, tegas Misbah, komitmen presiden harus secara eksplisit dimasukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang sedang disusun oleh Bappenas dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 yang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan, nota keuangan dan RAPBN 2022. Sementara itu, Ketua IAP2 Indonesia (International Association for Public Participation) Aldi Muhammad Alizar memberi penakanan tentang pentingnya sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam memperkuat green economy ini. Selain itu, kolaborasi antar stakeholder, baik state actors maupun non state actors seperti sektor swasta dan masyarakat sipil, juga perlu diperkuat untuk mendukung kebijakan transisi menuju ekonomi hijau. “Jika antar kementerian/lembaga, sektor swasta dan masyarakat sipil jalan sendiri-sendiri dan tidak berkolaborasi, maka komitment presiden dalam penguatan ekonomi hijau akan sulit dilaksanakan”, tegas Aldi. Dalam perspektif yang sama, Direktur Eksekutif Rumah Indonesia Berkelanjutan (RIB) Dr. Cand Yusdi Usman mengingatkan tentang target NDC (Nationally Determined Contributions) penurunan emisi karbon yang harus dicapai Indonesia pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, komitmen presiden tentang ekonomi hijau tidak boleh berhenti di pernyataan saja, namun harus dilaksanakan oleh jajarannya di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. “Komitmen presiden sudah bagus, namun dukungan kementerian/lembaga dan kebijakan fiskal masih sangat lemah”, ujar Yusdi. Yusdi mencontohkan kecilnya dana penanganan perubahan iklim yang diusulkan Bappenas sebagai prioritas nasional tahun 2022, yakni hanya Rp 9,6 Triliun. Meskipun pemerintah sedang fokus pada pemulihan ekonomi karena pandemi covid-19, namun lanjut Yusdi, pemulihan ekonomi hijau untuk kebutuhan jangka panjang harus dijalankan secara serius oleh pemerintah. Koalisi Generasi Hijau (Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia) merupakan sebuah koalisi masyarakat sipil yang dibentuk pada awal April 2021. Koalisi ini bertujuan untuk memperkuat ekonomi hijau di berbagai arena dalam rangka mitigasi dan adaptasi krisis iklim di Indonesia dan dunia. Koalisi ini terdiri dari sejumlah intelektual, aktivis, dan organisasi masyarakat sipil yang mempunyai komitmen untuk menangani dan mencegah krisis iklim di masa mendatang melalui penguatan ekonomi hijau.
Editor : Imam Suhartadi (imam_suhartadi@investor.co.id)
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Komitmen Presiden Jokowi Memperkuat Ekonomi Hijau Diapresiasi Koalisi Generasi Hijau”
Read more at: http://brt.st/7bVB