Skip to content

Ekonomi Sirkular: Jawaban Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

  • by

AMF menyediakan solusi strategis dalam mendorong praktik-praktik pembangunan berkelanjutan dan pelibatan pemangku kepentingan dan publik dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam dua dekade terakhir, kerusakan lingkungan, pemanasan global (global warming), dan perubahan iklim (climate change) kian serius dan menakutkan. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya bencana alam, seperti perubahan cuaca yang ekstrim, banjir rob, tanah longsor, dan sebagainya yang terjadi di mana-mana. Sejumlah hasil analisis dan berita di media massa menunjukkan bahwa kian masifnya eskalasi pemanasan global dan perubahan iklim disebabkan oleh kerusakan lingkungan di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Belum selesai dengan permasalahan lingkungan, pandemi Covid-19 melanda dan menimbulkan dampak luar biasa terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada 2020 kuartal 2, Indonesia mengalami kontraksi minus 5,32 persen dan 3,49 persen pada kuartal 3. Hal ini membuat pemerintah mengubah kebijakan untuk menyelamatkan kondisi ekonomi negara, yakni dengan bertransformasi menuju ekonomi hijau.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas bahwa, “kami di Bappenas sedang melakukan redesign transformasi ekonomi yang dilakukan sebelum kondisi krisis. Nantinya kita build back better dengan pembangunan ekonomi yang lebih hijau dan inklusif,” jelasnya dalam webinar Katadata Reimagining The Future of Energy bertajuk “Green Economy Transportation”.

Selain itu, Amalia juga menjelaskan ekonomi Indonesia kedepannya juga akan berevolusi dari ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular. Sederhananya, ekonomi linear menggunakan siklus ambil-guna-buang untuk mengumpulkan bahan baku dan mengubahnya menjadi produk, yang akan digunakan sampai akhirnya dibuang sebagai limbah. Contohnya penggunaan kemasan makanan dan minuman, sedotan, dan barang-barang sekali pakai lainnya.

Benda-benda tersebut sebenarnya dapat didaur ulang menjadi barang baru yang dapat digunakan kembali, namun kebanyakan industri besar masih menggunakan model ekonomi linear yang belum bersifat keberlanjutan dan memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Sehingga masih memproduksi barang-barang yang memiliki umur pendek namun dapat diproduksi massal sehingga pemasukan yang didapatkan tinggi. Sudah sangat jelas jika ekonomi linier tidak lagi dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang, baik dilihat dari aspek ekonomi maupun lingkungan.

“Ekonomi linear inilah yang harus kita kurangi dan bertransisi menuju ekonomi sirkular, di mana ekonomi sirkular ini akan menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi, lingkungan sosial, dan sumberdaya,” kata Amalia. Model ekonomi sirkular yang sedang didorong pemerintah merupakan sebuah strategi industri dalam menghindari adanya limbah pabrik, menggunakan sumber yang efisien dan meminimalisir material yang berlebih. Jadi barang yang sudah digunakan bisa didaur ulang dan dapat digunakan kembali sebagai input produksi.

Amalia menambahkan, ekonomi sirkular bukan ancaman namun akan memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan untuk berinovasi dan memberikan lapangan pekerjaan baru serta menciptakan pendapatan baru dan secara bersamaan memberikan kontribusi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.

Hal ini dibuktikan dengan hasil hasil studi Bappenas bersama pemerintah Denmark dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), penerapan ekonomi sirkular berpotensi menambah PDB sekitar Rp 593 triliun hingga 638 triliun. Menurut Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas menjelaskan setidaknya ada lima sektor prioritas dalam implementasi ekonomi sirkular. Kelimanya, yakni makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, ritel yang berfokus pada kemasan plastik, serta elektronik. Kelima sektor itu diperkirakan berkontribusi hingga 33% persen PDB domestik. Jumlah lapangan kerjanya bisa mencapai lebih 43 juta orang pada 2019.

Potensi manfaat dengan beralih ke ekonomi sirkular tidak hanya mempengaruhi ekonomi tapi juga lingkungan. Menurut Suharso Monoarfa, Menteri PPN/Kepala Bappenas, ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi hingga 126 juta ton ekuivalen pada tahun 2030.

Dengan mengurangi limbah dan polusi, menjaga produk dan bahan yang digunakan, dan melakukan regenerasi, ekonomi sirkular telah memberikan kontribusi yang besar untuk mencapai target iklim global. Ini semua dapat terwujud jika ada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, hingga individu. Jika bukan kita yang merawat bumi, lalu siapa lagi? (Tim RIB (Rumah Indonesia Berkelanjutan) dan AMF (Anwar Muhammad Foundation))

Author