Anwar Muhammad Foundation – Dewasa ini, lahan dan sumber daya alam dianggap sebagai komoditas. Manusia menggunakannya untuk menghasilkan produk pemenuh kebutuhan sebanyak-banyaknya. Lestari atau tidak, manusia tidak menaruh perhatian. Yang dipikirkan hanyalah bagaimana profit sebesar mungkin dihasilkan. Manusia telah dibutakan oleh harta, namun kemiskinan masih merajalela.
Bertahun-tahun dilalui dengan banyak kabar tentang bencana alam dan semakin rentannya bumi. Banjir terjadi di sana-sini, namun kekeringan juga masih terjadi. Angin dan badai bisa menghampiri tanpa aba-aba. Kematian biota juga bisa terjadi begitu saja. Kehadiran pandemi covid-19 semakin memperjelas kenyataan bahwa apa yang kita dapatkan adalah dari apa yang kita tuai. Apa yang kita lakukan saat ini harus berubah.
Menelisik Prinsip Ekonomi Sirkular
Meskipun berbagai keburukan terjadi akibat kegiatan ekonomi, namun solusi masih memungkinkan ditemukan. Salah satunya adalah penerapan ekonomi sirkular, dimana sumber daya dan material diresirkulasi dan buangan dikurangi. Berbeda dengan ekonomi linear yang mengekstraksi sumber daya tanpa batas dan membuang produk tidak terpakai tanpa berpikir panjang.
Dalam memahami ekonomi sirkular, terdapat 3 prinsip utama yang harus dipegang teguh oleh pelaku ekonomi. Prinsip-prinsip itu adalah mengeliminasi limbah dan emisi, sirkulasi produk dan material, serta meregenerasi alam. Prinsip-prinsip ini sangat sederhana, namun mengimplementasikannya tidak semudah berkata-kata.
Mengeliminasi Limbah dan Emisi
Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, limbah dan polusi berpotensi dihasilkan. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ada konsep kekekalan massa. Besar input selalu sama dengan output yang dihasilkan. Namun output berupa produk tidak pernah memiliki efisiensi produksi sebesar 100%. Akan selalu dihasilkan luaran apapun bentuknya.
Di sektor manufaktur, proses di hulu diawali dengan ekstraksi material produk. Dari proses tersebut, dapat dihasilkan polusi dari mesin-mesin berbahan bakar fosil yang digunakan. Pun dari proses transportasi memindahkan bahan mentah ke pabrik untuk dilakukan produksi. Dari proses produksi itu sendiri, dapat dihasilkan limbah dari ketidakefektifan penggunaan bahan baku. Beberapa proses, misalnya pencucian, juga bisa menghasilkan limbah lain berupa air limbah. Emisi masih terus dihasilkan, bahkan hingga proses distribusi produk ke konsumen. Tidak jarang, konsumen tidak berpikir panjang untuk membuang produk yang tidak lagi bisa dipakai.
Mengeliminasi limbah dan emisi yang dihasilkan sangatlah penting. Hal ini karena setiap tahap aktivitas perusahaan selalu menghasilkan keduanya. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi produksi limbah dan emisi. Mendesain ulang produk adalah salah satunya. Kemasan bisa dibuat minim atau pun biodegradable. Proses produksi dapat menggunakan mesin berbahan bakar alternatif. Pengolahan limbah secara internal bisa disediakan agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Sumber foto : Tesco Butter Chicken Jar on White Shelf
Mensirkulasi produk dan material
Saat ini, murahnya harga produk menjadi konsiderasi utama bagi para konsumen. Dengan kemampuan perekonomian yang minim, murah menjadi satu-satunya opsi bagi pembeli untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Padahal, “tidak ada makan siang gratis”. Selalu ada hal yang membayar kemurahan produk.
Salah satu pihak yang membayar kemurahan produk adalah lingkungan. Bahan dan kemasan sebuah produk bisa menjadi target minimalisasi pengeluaran produksi. Alhasil, kualitas yang dihasilkan juga tidak baik. Kemasan tidak dapat digunakan kembali, tidak bisa diuraikan secara biologis, bahan yang tidak bermutu, menjadi beberapa dampak murahnya sebuah produk. Alhasil, kemasan harus dibuang setelah satu kali pakai dan bahan bisa mencemari lingkungan.
Menciptakan produk dengan kemasan reusable bisa menjadi solusi. Konsumen bisa menggunakan kembali kemasan untuk keperluan yang sama yaitu dengan membeli produk refill untuk diisi dalam kemasan. Konsumen juga bisa memanfaatkan kemasan untuk keperluan lain yang masih memungkinkan dilakukan. Kemasan juga bisa dibuat dapat diuraikan secara biologis. Konsumen pun tidak perlu risau terkait dengan pencemaran tanah yang berpotensi dihasilkan.
Baca Juga : Pelibatan Masyarakat sebagai Kunci Proyek Berkelanjutan
Akan lebih baik jika bahan yang digunakan ramah lingkungan. Bahan berbasis tanaman, organik, serta bebas kekerasan (cruelty-free) kini sering menjadi pilihan. Meskipun pada akhirnya bahan berpotensi dibuang ke lingkungan, konsumen tidak khawatir lagi akan perusakan ekosistem. Hal ini karena bahan alami dan ramah lingkungan.
Bahan-bahan tertentu bahkan bisa digunakan kembali dalam proses produksi. Hal ini akan mengurangi pencemaran lingkungan. Tidak hanya itu, perusahaan juga dapat meminimalisir pengeluaran pembelian bahan. Lingkungan terjaga, perusahaan pun diuntungkan. Kondisi inilah yang ingin kita ciptakan bersama.
Meregenerasi alam
Proses ekstraksi sumber daya alam seharusnya disertai dengan rasa tanggung jawab. Kasus hutan gundul, kebakaran hutan, serta kematian satwa tentu tidak ingin terulang. Masalah-masalah lingkungan lain juga demikian. Sudah tugas manusia mengembalikan kondisi alam sebagaimana mestinya setelah memanfaatkannya demi kebutuhan mereka.
Sektor pertanian yang cukup berdampak pada krisis iklim dapat berupaya meregenerasi alam dengan melakukan pengomposan limbah organik yang dihasilkan. Tanah pun tetap terjaga kualitasnya untuk menyimpan karbon di dalamnya. Tidak seharusnya pupuk kimia digunakan untuk menunjang hasil panen lagi. Pestisida juga harus diganti dengan metode penghilang hama secara alami.
Pabrik manufaktur yang menggunakan pohon sebagai materialnya harus bisa menanam kembali pohon yang telah ditebang. Berbagai satwa dan tanaman bergantung pada ekosistem hutan yang digunduli oleh mereka. Sumber daya air juga harus dipertahankan kualitasnya. Banyak manusia yang juga bergantung pada sumber air tersebut, tidak hanya pada produk yang dihasilkan.
Sumber foto : Compost Garbage Biological
Bekerja Bersama Alam
“Economy is wasteful.”, itulah realita yang menghantam manusia saat ini. Kegiatan perekonomian, meskipun bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat, menghasilkan luaran yang tidak diinginkan. Emisi, limbah, zat beracun, memungkinkan untuk dihasilkan dan mengotori sekitar. Namun sayangnya, dampak yang dihasilkan, terutama bagi lingkungan, hanya diperhatikan oleh segelintir manusia. Sudah saatnya bagi manusia untuk mengubah perilaku berkenominya. Business as usual bukan lagi pilihan. Transisi perekonomian menjadi lebih hijau dan menganut ekonomi sirkular harus digalakkan.
Prinsip-prinsip ekonomi sirkular sesungguhnya sederhana. Namun dibutuhkan komitmen tinggi dan usaha yang keras agar konsep ini bisa diwujudkan. Kita sudah dikejar waktu. Tidak ada lagi waktu untuk menghindari konsep ekonomi sirkular ini. Berbagai kalangan harus andil dengan maksimal sesuai bidangnya masing-masing.