Anwar Muhammad Foundation – Partisipasik kembali hadir pada tahun 2024, tepatnya pada tanggal 16 Desember kemarin. Acara ini diselenggarakan di gedung zeta, Sekolah Vokasi IPB dengan menghadirkan empat narasumber yakni Gulfino Guevarrato dari SEKNAS FITRA, Annisya Rosdiana dari Rekam Nusantara Foundation, Muhammad Lutfi dari GIZ Indonesia dan Eliza Mardian dari CORE Indonesia. Acara Talkshow ini bertemakan Inovasi Lokal dan Keterlibatan Publik untuk Mendukung Keberlanjutan Agro-Maritim. Acara ini dibuka dengan sambutan oleh Dr. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si. sebagai Wakil Dekan II (Bidang Sumberdaya, Kerjasama, dan Pengembangan), Muhammad Iqbal Nurulhaq, S.P., M.SI sebagai Kepala Program Studi Teknologi Produksi dan Pengembangan Masyarakat Pertanian, dan Aldi Muhammad Alizar sebagai Ketua Yayasan Anwar Muhammad Foundation. Acara Talkshow ini dimoderatori oleh Widya Hasian Situmeang, S.KPm., M.Si selaku Dosen Sekolah Vokasi IPB.
Dalam acara PARTISIPASIK 2024, Adapun beberapa pembahasan utama yang disampaikan oleh keempat narasumber, antara lain sebagai berikut.
1. Partisipasi Masyarakat
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Gulfino Guevarrato dari SEKNAS FITRA mencatat bahwa partisipasi masyarakat dalam kebijakan anggaran masih rendah dan banyak yang belum memahami kebijakan tersebut. Hal ini mengakibatkan petani dan nelayan kecil sering kali terpinggirkan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada mereka. Salah satu penyebabnya adalah karena masyarakat masih belum bisa memahami kebijakan tersebut. Adapun sesi tanya jawab yang diberikan oleh moderator yaitu kebijakan yang berhasil dalam upaya untuk membangun literasi transparansi anggaran dalam konteks meningkatkan partisipasi development dari pengalaman di SEKNAS FITRA. Beliau menjawab bahwa salah satu upaya konkret adalah mendorong suatu kelompok, seperti kelompok intelektual atau NGO (Non-Governmental Organization) untuk tidak bekerja secara terisolasi, khususnya saat melakukan riset yang hanya berorientasi pada kebutuhan, contohnya seperti donor maupun program lainnya. Riset harus melibatkan nelayan dan juga petani, dan hal ini yang paling penting karena pengalaman mereka terlibat dalam sebagai asesor atau pengumpul data dan sebagainya.
2. Permasalahan Sumber Daya Pertanian
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Eliza Mardian dari CORE Indonesia membahas bahwa sektor pertanian memainkan peran yang krusial dan sebagai mesin ketiga pertumbuhan ekonomi Indonesia yang paling banyak menyerap tenaga kerja. sayangnya ditengah peranan yang sangat penting dan strategis, pertumbuhannya itu selalu dibawah pertumbuhan ekonomi nasional. apa penyebabnya? karena kebijakan pemerintah baik dari sisi fiskal maupun moneter itu tidak support terhadap pengembangan sektor pertanian.
Salah satu indikator kesejahteraan petani dapat dilihat dari nilai tukar petani dalam 23 tahun terakhir, rata-rata nilai tukar petani ada beberapa seperti pertanian pangan, peternakan, perikanan. Salah satu penyebab terhambatnya perkembangan produksi di sektor pertanian, khususnya pada kasus padi, adalah keterbatasan lahan yang semakin menyusut, pengelolaan sektor pertanian yang belum optimal, serta ketergantungan pada impor beras dari negara lain, seperti Vietnam, yang menunjukkan daya saing Indonesia masih tertinggal. Adapun salah satu pertanyaan dari moderator yakni bagaimana CORE Indonesia melihat dampak kebijakan ekonomi kita yang bisa memberikan support, melindungi dan jangan sampai komunitas lokal diperlakukan tidak adil dalam pembangunan.
3. Isu-Isu Keberlanjutan dan Partisipasi dalam Pembangunan
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Muhammad Lutfi dari GIZ Indonesia menyoroti isu-isu keberlanjutan seperti setiap negara yang dalam proses untuk mencapai target SDGs pada umumnya menjalin korporasi atau kerja sama internasional dengan negara-negara maju atau badan organisasi lainnya, agar implementasi dari kebijakan itu bisa efektif dalam mencapai SDG di negara tersebut. Salah satu aktor yang bertanggung jawab dalam proses korporasi ini atau kerja sama internasional adalah development partner atau mitra pembangunan di dunia maupun di Indonesia, seperti World Bank, UNDP, dan juga GIZ Indonesia.
Berbicara tentang pertanian, secara Global United Nation itu memprediksikan bahwasanya kebutuhan pangan di dunia global tahun 2050 ada sekitar 11 miliar manusia atau sebesar 56% GAP. Sehingga harus meningkatkan produksi pangan sekitar 56% tahun 2050 untuk menyesuaikannya. Bagaimana pesan GIZ agar peserta dari vokasi semakin lengkap dengan GIZ Indonesia, dan bisa menghubungkan antara komunitas lokal yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan sehingga bisa selaras dengan program GIZ Indonesia.
Beliau menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia memiliki peraturan seperti di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) di tahun 2023 yang sudah ada prosedurnya, dan umumnya akan membuat sebuah dokumen bernama Implementation Agreement. Sebelum diimplementasikan, dibentuk formalisasi komitmennya bagaimana, dan work line nya seperti apa. Untuk itu, teman-teman dari mahasiswa ini juga terlibat dalam pembangunan seperti GIZ, disini GIZ juga akan membuka peluang, karena GIZ Indonesia hampir di seluruh provinsi ada, termasuk di Papua Barat Daya, Aceh, Kalimantan dan sebagainya. Di Maluku GIZ juga ada, sehingga untuk teman-teman yang berminat untuk bekerja dengan GIZ terutama untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proyek pembangunan, kita biasanya juga membuka.
4. Inovasi, Partisipasi Publik dan Isu Blue Economy
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Annisya Rosdiana dari Rekam Nusantara Foundation membahas mengenai inovasi dan partisipasi publik untuk mencapai pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan di Indonesia. Berdasarkan informasi yang dijelaskan, bahwa Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan baru ada 68 pulau yang baru teridentifikasi. Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki wilayah pesisir yang luas, terdiri atas 270 Juta penduduk dengan 1,2 Juta diantaranya merupakan masyarakat pesisir dengan penghasilan 8 juta ton ikan tangkap. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi negara kedua penyumbang terbesar perikanan tangkap selain Republik Rakyat China. Menjelaskan lain hal seperti tantangan dalam menerapkan Blue Economy, termasuk perlunya data untuk kebijakan, koordinasi lintas sektor, partisipasi pemangku kepentingan, dan investasi dalam keterampilan manusia serta infrastruktur.
Adapun pertanyaan yang diberikan oleh moderator kepada narasumber mengenai bagaimana konteks partisipasi yang dilakukan dalam proses seperti melakukan pendekatan, bagaimana partisipasi dijadikan fondasi dasar supaya nelayan itu dijadikan subjek dasar. Beliau menjawab bahwa ada salah satu cerita dari NTB, yang tadinya berperan sebagai nelayan yang melakukan penangkapan ikan menggunakan pukat harimau. Setelah dirangkul, diajak diskusi dan berikan platform untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka. Melibatkan mereka sebagai aktor penting dalam pemangku kebijakan termasuk dalam menyusun rencana pengelolaan perikanan skala kecil, dan untuk sekarang ini mereka sudah mulai menyadari dan menjadi “Local Champion” dan mengajak yang lainnya untuk berhenti. Perlu melakukan inovasi baik itu mengajak mereka di forum stakeholders , atau menjadikan mereka sebagai aktor utama. Karena sejatinya kita sendiri hanya sebagai fasilitator dan yang punya seluruh aset adalah masyarakat nelayan disana.
5. Kurangnya Pemerintah dalam Mendukung Petani
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Terdapat juga tantangan terkait tengkulak yang muncul akibat ketidakhadiran pemerintah dalam memberikan dukungan yang memadai kepada petani lokal seperti membangun hilirisasi dan menstabilkan manufaktur diatas 30% dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto) selama satu dekade. sehingga mereka terpaksa bergantung pada tengkulak untuk pemasaran hasil pertanian mereka.
Sumber foto: Dokumentasi AMF
Untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada, diperlukan peran pemerintah dalam mendukung inovasi lokal dan keterlibatan publik di sektor agro-maritim. Seperti memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam kebijakan anggaran, menyediakan akses permodalan bagi petani dan nelayan, serta memberikan pelatihan agar mereka dapat memanfaatkan teknologi modern.
Baca juga: Mengelola Sampah Menjadi Energi: Strategi Partisipasi Publik untuk TPS yang Berkelanjutan
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dianggap penting untuk mencapai keberlanjutan, dengan pemerintah berfungsi sebagai fasilitator. Penggunaan data dalam pengambilan keputusan juga ditekankan untuk memastikan relevansi kebijakan dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah harus mendorong inovasi teknologi, menjaga kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya keterlibatan mereka dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam.
Referensi:
Nurhaliza. S. (2024, Desember 16). 2nd Annual Partisipasik di Sekolah Vokasi IPB Bogor.