Skip to content

Hari Perempuan Sedunia: Menilik Posisi Perempuan dalam SDGs

Anwar Muhammad FoundationPerwujudan pembangunan berkelanjutan merupakan suatu hal yang membutuhkan kontribusi segala pihak. Masyarakat sipil, pelaku usaha, hingga pemerintah memiliki perannya masing-masing. Laki-laki ataupun perempuan tetap memiliki porsi dalam berkontribusi mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Kenyataan yang dihadapi saat ini tidak menggambarkan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Terlebih jika melihat hal tersebut dari segi gender. Menyambut Hari Perempuan Sedunia yang diperingati tanggal 8 Maret, perlu diketahui bersama bagaimana posisi perempuan dalam perwujudan pembangunan berkelanjutan.

Kerentanan Perempuan dalam Isu Pembangunan Berkelanjutan

(Sumber foto: Unsplash)

Perumusan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) nomor 1 yaitu “Tanpa Kemiskinan” bukan tanpa alasan. Peningkatan kesejahteraan penduduk merupakan upaya yang digadang-gadang oleh setiap pemimpin negara. Banyak negara masih perlu meningkatkan upayanya dalam mengentaskan kemiskinan. Namun, tahukah Anda? Perempuan memiliki kerentanan yang lebih besar dalam mendapatkan dampak buruk kemiskinan.

Perempuan memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk menikah dini ketika miskin. Pernikahan dinilai sebagai solusi karena perempuan bukan lagi menjadi tanggung jawab keluarga setelah menikah. Nyatanya, pernikahan dini yang sering dilakukan oleh perempuan miskin akan mengarahkan ke permasalahan lain, seperti putus sekolah dan hamil muda.

Baca Juga: Nilai Ekonomi Karbon: Seberapa Besar Nilai Karbon Indonesia?

Pada isu SDG nomor 2 yaitu “Tanpa Kelaparan”. Perempuan mempersiapkan 90% makanan keluarga sehari-hari. Namun saat situasi sulit, perempuan menjadi pihak yang makan lebih sedikit. Dalam menghasilkan makanan pun, perempuan mencakup 43% tenaga pertanian di negara berkembang. Namun, mereka memiliki akses yang lebih sedikit dalam hal lahan serta teknologi pertanian.

Dalam aspek kesehatan, perempuan merupakan sosok yang sering digambarkan sebagai perawat kesehatan keluarganya. Namun, diskriminasi sosial dan ekonomi terhadap perempuan menghambat mereka untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak. Pada sektor pendidikan pun demikian. Perempuan memegang andil sebesar 60% atas peningkatan literasi global. Peran perempuan sebagai soko guru peradaban tidak bisa terlepas dari hal tersebut. Namun kesempatan perempuan mendapatkan pendidikan lebih kecil.

Dalam masalah air bersih pada SDG ke-6, perempuan merupakan sosok yang bertanggung jawab untuk mencari air untuk keperluan keluarganya. Hal ini mengurangi waktu perempuan untuk bersekolah ataupun bekerja. Tidak hanya itu, hal tersebut juga meningkatkan risiko terkena penyakit. Dalam SDG poin 8, yaitu “Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi”, perempuan mendapatkan diskriminasi dalam hal upah. Rata-rata perempuan di pasar buruh mendapatkan penghasilan lebih kecil 24% dibandingkan laki-laki.

Baca Juga: Konflik Rusia dan Ukraina: Pasar Sektor Energi Terancam

Pada poin SDG ke-5, isu kesetaraan gender diperkuat. Tujuan ini berbunyi “Kesetaraan Gender”. Ditunjukkan betapa peran perempuan masih kecil dalam beberapa hal, termasuk di kursi parlemen, pemerintahan, serta manajerial perusahaan. Hal ini akan berpengaruh pada pengambilan kebijakan terutama untuk masalah pembangunan berkelanjutan.

Perbedaan posisi perempuan dengan laki-laki bisa ditemukan di seluruh poin SDGs. Hal ini memerlukan perhatian oleh seluruh pihak bahwa perlu dilakukan sesuatu untuk menangani hal ini.

Saatnya Memperlakukan Perempuan dengan Adil Demi Keberlanjutan Pembangunan

(Sumber foto: Free photo on Pixabay)

Perempuan merupakan korban utama dari berbagai masalah yang tercakup dalam 17 poin tujuan pembangunan berkelanjutan. Berbagai stigma dan budaya menjadikan perempuan mendapatkan dampak buruk berkali lipat lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Seberapa besar peran perempuan dalam meningkatkan pembangunan menjadi tidak cukup bernilai.

Memperlakukan perempuan dengan adil tidak hanya menyelesaikan ketidaksetaraan yang terjadi. Perempuan dapat menjadi kontributor utama dalam menyelesaikan masalah pembangunan berkelanjutan yang ada. Upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan akan bisa terakselerasi dengan menempatkan perempuan pada posisi yang sejajar dengan laki-laki.

Baca Juga: Situasi dan Tantangan Perjalanan ESG di Indonesia

Masyarakat awam perlu melepaskan stigma buruk terhadap perempuan. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya juga harus memperlakukan perempuan tanpa diskriminasi gender. Perempuan harus meningkatkan kualitas dan berani dalam mengambil peran. Lambat laun, pembangunan berkelanjutan bisa terwujud tanpa ada ketidaksetaraan gender yang terjadi.

Author

Tags: