Lompat ke konten

Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional: Momentum Pelestarian Spesies Endemik Indonesia

Peringati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, Ini Giat KSK Fahutan Uniku – Universitas Kuningan

Anwar Muhammad Foundation – Setiap tanggal 5 November, Indonesia memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) — sebuah momentum penting untuk mengingatkan kembali betapa kayanya negeri ini dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Dari hutan tropis yang lebat hingga lautan biru yang luas, Indonesia menempati posisi strategis sebagai salah satu negara megabiodiversitas di dunia. Namun, di tengah kekayaan alam tersebut, tantangan besar juga hadir: bagaimana menjaga puspa (tumbuhan) dan satwa (hewan) endemik agar tetap lestari di tengah tekanan lingkungan dan perubahan iklim yang semakin nyata.

Kekayaan Spesies Endemik Indonesia

spesies endemik Indonesia

Sumber: mongabay

Sebagai negara kepulauan tropis, Indonesia menyimpan lebih dari 17% spesies dunia dengan tingkat endemisitas yang tinggi. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, terdapat sekitar 25.000 jenis tumbuhan berbunga, 1.500 spesies burung, 350 mamalia, dan lebih dari 3.000 spesies ikan laut yang hidup di wilayah perairannya. Dari jumlah tersebut, banyak yang hanya dapat ditemukan di Indonesia.

Beberapa contoh spesies endemik darat antara lain Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus, IUCN: Critically Endangered), burung Cenderawasih Kuning-Besar (Paradisaea apoda, IUCN: Least Concern), Anoa (Bubalus depressicornis, IUCN: Endangered), dan Raflesia arnoldii (IUCN: Endangered) bunga terbesar di dunia yang tumbuh di hutan Sumatera. Sementara itu, di wilayah laut, terumbu karang Raja Ampat menjadi rumah bagi lebih dari 500 spesies karang dan 1.300 spesies ikan — menjadikannya salah satu pusat biodiversitas laut terkaya di dunia.

Kekayaan ini bukan sekadar kebanggaan nasional, melainkan juga pondasi ekosistem yang menopang kehidupan jutaan masyarakat, mulai dari petani di dataran tinggi hingga nelayan di wilayah pesisir.

Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati

spesies endemik Indonesia

Sumber: forests news

Sayangnya, berbagai ancaman terus menghantui keberlangsungan spesies endemik Indonesia. Laju deforestasi dan perubahan tata guna lahan untuk perkebunan, infrastruktur, dan pertambangan menjadi penyebab utama berkurangnya habitat alami. Berdasarkan laporan Forest Watch Indonesia (FWI, 2024), Indonesia kehilangan sekitar 650 ribu hektar hutan setiap tahun, yang sebagian besar merupakan habitat satwa endemik.

Selain itu, perburuan liar dan perdagangan satwa ilegal masih marak terjadi. Data Direktorat Jenderal KSDAE menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat lebih dari 2.000 kasus penyelundupan satwa dilindungi yang berhasil digagalkan. Spesies seperti burung nuri, trenggiling, dan kura-kura air tawar menjadi target utama karena nilai ekonominya tinggi di pasar gelap.

Di sisi laut, kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan dengan bahan peledak, penggunaan jaring trawl, dan polusi plastik mempercepat degradasi ekosistem pesisir. WWF Indonesia (2023) melaporkan bahwa hanya 6% terumbu karang di Indonesia yang masih berada dalam kondisi sangat baik. Kondisi ini memperlihatkan bahwa konservasi laut menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan biodiversitas.

Peran Nelayan, Petani dan Komunitas Lokal

spesies endemik Indonesia

Sumber: greeners co

Upaya pelestarian spesies tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada partisipasi masyarakat di tingkat akar rumput. Petani lokal berperan penting dalam menjaga keanekaragaman hayati di lahan pertanian mereka. Dengan menerapkan praktik agroekologi — seperti menanam tanaman penutup tanah, rotasi tanaman, dan penggunaan pupuk organik — petani turut membantu menjaga kesuburan tanah sekaligus menyediakan habitat bagi flora dan fauna kecil.

Sementara itu, komunitas nelayan tradisional di beberapa daerah seperti Wakatobi dan Raja Ampat telah mempraktikkan sistem zona larangan tangkap (no-take zone) secara lokal. Sistem ini terbukti meningkatkan populasi ikan dan memperbaiki kondisi terumbu karang. Model seperti ini menjadi bukti bahwa kearifan lokal dapat menjadi solusi nyata untuk pelestarian ekosistem laut.

Selain itu, munculnya berbagai komunitas konservasi berbasis masyarakat juga menjadi sinyal positif. Komunitas seperti “Sekolah Alam Papua” atau “Petani Menanam untuk Alam” menunjukkan bahwa edukasi dan kesadaran lingkungan bisa tumbuh dari bawah — dari orang-orang yang setiap harinya hidup berdampingan dengan alam.

Baca juga : Harga Pupuk Turun, Harapan Petani Naik: Apa Dampaknya bagi Ketahanan Pangan?

Kebijakan dan Inisiatif Pelestarian

spesies endemik Indonesia

Sumber: biodiversity warriors – KEHATI

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai kebijakan dan program untuk mendukung konservasi spesies endemik. Salah satunya adalah Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) 2015–2025, yang menjadi panduan nasional dalam menjaga biodiversitas. Selain itu, KLHK bersama berbagai lembaga konservasi internasional terus memperkuat kawasan konservasi seperti Taman Nasional Komodo, Ujung Kulon, dan Gunung Leuser, serta taman laut seperti Wakatobi dan Bunaken.

Di tingkat komunitas, dukungan dari LSM lingkungan seperti Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) dan WWF Indonesia turut memperkuat inisiatif pelestarian. Mereka berperan dalam pendanaan, edukasi, dan penguatan kapasitas masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional bukan hanya seremonial tahunan, tapi ajakan moral bagi seluruh masyarakat untuk lebih peduli pada keberlanjutan alam. Melalui kampanye edukatif, aksi menanam pohon, adopsi satwa, hingga perubahan gaya hidup sederhana seperti mengurangi plastik sekali pakai, setiap individu bisa berkontribusi menjaga keanekaragaman hayati.

Sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam terbesar di dunia, Indonesia punya tanggung jawab besar: menjadi pelindung bagi spesies endemik yang tak ada duanya di planet ini. Karena mencintai puspa dan satwa bukan hanya tentang menyayangi hewan atau tumbuhan — tapi juga tentang menjaga kehidupan dan masa depan manusia itu sendiri.

Author