Lompat ke konten

Hutan Dibabat, Satwa Tersingkir: Indonesia Diguncang Banjir dan Longsor

Anwar Muhammad Foundation – Penebangan hutan besar-besaran di Indonesia telah memicu krisis ekologis yang parah, dengan deforestasi menjadi penyebab utama banjir bandang dan longsor. Rencana pembukaan 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi berpotensi melepaskan 2,59 miliar ton emisi karbon hanya dari 4,5 juta hektare, memperburuk perubahan iklim dan kerusakan ekosistem. Banjir dan longsor kini menyumbang 90% bencana nasional, seperti kejadian di Sumatera Utara yang menewaskan puluhan orang pada akhir November 2025.​

Penyebab Utama Deforestasi

banjir dan longsor

Sumber: BBC

Penebangan liar, ekspansi sawit, dan pertambangan menjadi pemicu utama hilangnya tutupan hutan. Di Batang Toru, kerusakan akibat tambang emas dan alih fungsi hutan ke sawit mengurangi daya serap air tanah, memicu banjir bandang yang merusak ribuan rumah. Data Global Forest Watch mencatat deforestasi tahunan yang terus meningkat, dengan 30 juta hektare hutan sudah terdegradasi di kawasan konsesi.​
Aktivitas ini juga menyingkirkan masyarakat adat melalui penggusuran paksa, menimbulkan pelanggaran HAM berat.​

 

Dampak pada Satwa dan Ekosistem

banjir dan longsor

Sumber: wartabanjar

Hilangnya habitat hutan tropis mengancam 12% spesies mamalia, 16% reptil-amfibi, dan 1.519 spesies burung di Indonesia. Penebangan liar merusak resapan air hujan, menyebabkan erosi tanah dan ketidakseimbangan siklus hidrologi yang memicu longsor. Sekitar 80-90% satwa liar bergantung pada hutan tropis, dengan 100 spesies mengalami penurunan populasi akibat degradasi habitat.​

 

Banjir dan Longsor Melonjak

banjir dan longsor

Sumber: detikcom

Bencana hidrometeorologi seperti di Tapanuli Tengah dan Selatan pada November 2025 menewaskan 19 orang dan mengungsikan 2.851 jiwa akibat siklon dan deforestasi. WALHI menyoroti penebangan liar di hulu sungai sebagai faktor utama, dengan pohon-pohon hanyut mempercepat banjir bandang. Kerugian ekonomi dari hilangnya tegakan pohon mencapai 3.000 triliun rupiah jika 20 juta hektare dibabat.

 

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Sumber: captwapri

Setiap pihak memiliki peran penting dalam menangani deforestasi: individu dapat menanam pohon di lahan kosong, menghindari produk sawit ilegal, dan mendukung petani lokal berkelanjutan; masyarakat membentuk kelompok pengawas hutan desa serta ikut reboisasi komunitas; pemerintah menerapkan moratorium konsesi hutan, memperkuat penegakan hukum dengan satelit atau drone, dan mengalokasikan anggaran restorasi lahan kritis; sementara perusahaan mengadopsi sertifikasi RSPO, agroforestri, dan pembayaran jasa ekosistem (PES), dengan semua pihak mendorong REDD+ serta edukasi lingkungan.

Baca juga: Social Forestry Wujud Kolaborasi Alam dan Warga

 

Kesimpulan

Pembabatan hutan secara besar-besaran di Indonesia telah menyebabkan krisis ekologis serius yang menjadi pemicu utama meningkatnya bencana banjir bandang dan longsor, dengan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan masyarakat adat. Aktivitas deforestasi seperti penebangan liar, ekspansi perkebunan sawit, dan pertambangan menghilangkan habitat satwa dan menurunkan daya serap air tanah sehingga memperparah risiko bencana alam serta menimbulkan kerugian ekonomi besar. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah terpadu dari berbagai pihak, mulai dari individu yang dapat menerapkan penanaman pohon dan memilih produk berkelanjutan, hingga pemerintah yang harus memperkuat penegakan hukum, mengelola tata ruang dengan bijak, serta mendukung restorasi dan konservasi hutan menggunakan berbagai instrumen seperti RSPO, REDD+, dan program reboisasi.

 

Referensi

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2025). Laporan banjir dan longsor nasional.

Walhi. (2025). Bahaya rencana pembukaan 20 juta hektar hutan.

Tribunnews. (2024). 5 tantangan dan solusi deforestasi Indonesia.

Lindungihutan.com. (2024). Solusi deforestasi yang dapat diupayakan.

Author