Lompat ke konten

WCC: Data, Dashboard, dan Kepercayaan Publik

Anwar Muhammad Foundation – Data Dashboard Sampah adalah fondasi tata kelola persampahan yang baik. SIPSN menyajikan timbulan, pengurangan, dan penanganan per kabupaten/kota—modal dasar untuk menyasar intervensi yang tepat. Berdasarkan data SIPSN 2024, hanya sekitar 32,41% sampah nasional yang terkelola dengan baik, sedangkan 67,59% sisanya (sekitar 24,78 juta ton) belum terkelola, menggarisbawahi urgensi keterbukaan data dalam tata kelola persampahan. Ketika data ini dihubungkan dengan performance dashboard publik (status proyek 3R, kapasitas TPA, tingkat layanan RT, kualitas pemilahan), pemangku kepentingan bisa memutuskan lebih cepat: daerah mana yang perlu TPST3R, siapa yang butuh penguatan armada, dan di mana bottleneck retribusi.

Lebih dari sekadar angka, dashboard semacam ini menjadi mekanisme akuntabilitas bersama. Dengan menampilkan indikator kinerja daerah secara terbuka, publik dapat menilai sejauh mana pemerintah menjalankan mandat UU 18/2008 dan Perpres 97/2017. WCC dapat memanfaatkan dashboard sebagai “kompas koordinasi”, yang menyatukan data KLHK, pemerintah daerah, industri daur ulang, dan komunitas penggerak. Pendekatan ini menggeser paradigma dari pelaporan administratif menjadi ekosistem pembelajaran bersama yang dinamis dan adaptif.

 

Transparansi Memupuk Kepercayaan

Data Dashboard Sampah

Sumber: community sap

Transparansi memupuk kepercayaan. Publik melihat progres, memahami kendala, dan terlibat mengoreksi. Media dan komunitas dapat melakukan data journalism—menyajikan “peta kebersihan” kota, membandingkan kinerja antarwilayah, dan mengangkat praktik terbaik. Di sisi lain, pembuat kebijakan bisa menautkan kinerja ke insentif: misalnya DID hijau untuk pelapor SIPSN yang patuh, atau top-up DAK untuk daerah dengan peningkatan layanan ≥X%/tahun.

Namun transparansi tidak hanya soal membuka data, melainkan juga memastikan data tersebut dapat dipahami, diverifikasi, dan ditindaklanjuti. WCC dapat berperan sebagai kurator data nasional, memastikan keseragaman format, validitas entri, dan akses publik yang mudah. Tanpa kualitas data yang baik, transparansi justru bisa kontraproduktif—menyebabkan salah tafsir dan distrust baru. Karena itu, literasi data bagi publik dan media menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda transparansi.

Selain itu, mekanisme penghargaan dan penalti berbasis transparansi bisa menjadi instrumen efektif: daerah yang melaporkan tepat waktu dan akurat memperoleh prioritas pendanaan, sementara yang tidak konsisten mendapatkan pendampingan atau teguran administratif. Dengan demikian, kepercayaan publik tidak dibangun melalui retorika, melainkan melalui konsistensi sistem dan bukti kinerja.

 

Perilaku dan Intervensi Berbasis Data

Sumber: SIPSN

Data juga mengubah perilaku. Saat warga mengetahui bahwa 50–60% rumah tangga masih membakar sampah (riset perilaku terbaru), argumen untuk layanan pemilahan, pengumpulan terjadwal, dan fasilitas organik menjadi lebih kuat. WCC dapat mensyaratkan “no data—no funding” bagi program pendanaan: setiap rupiah publik dan CSR harus kembali sebagai baris data yang dapat diaudit. Hasilnya: intervensi berbasis bukti, pembiayaan berbasis kinerja, dan akuntabilitas yang terasa sampai di tingkat RW.

Baca juga: WCC dan Mandat Baru Mengakhiri Krisis Sampah

Lebih jauh, intervensi berbasis data memungkinkan segmentasi perilaku yang lebih tajam. Misalnya, perilaku rumah tangga urban dengan tingkat konsumsi tinggi memerlukan kampanye 3R berbasis insentif, sementara wilayah rural mungkin lebih efektif dengan pendekatan komunitas dan dukungan infrastruktur organik. Dengan analitik data yang baik, WCC dapat memetakan pola perilaku, mendesain kampanye komunikasi yang relevan, dan mengukur dampaknya secara real-time.

Selain itu, integrasi data lintas sektor—antara lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan sosial—dapat memperlihatkan hubungan antara pengelolaan sampah dan isu lain seperti stunting, banjir, atau kualitas udara. Pendekatan multi-dimensi ini membantu pemerintah daerah memahami bahwa tata kelola sampah bukan isu teknis semata, tetapi bagian dari sistem kesejahteraan publik yang lebih luas.

 

 

Kesimpulan

Data Dashboard Sampah menjadi kunci tata kelola persampahan yang efektif, mendukung transparansi, intervensi berbasis bukti, dan membangun kepercayaan publik.

Namun, keberhasilan sistem ini sangat bergantung pada tiga hal: integritas data, kapasitas pengguna, dan keberlanjutan sistem digitalnya. Tanpa itu, dashboard hanya akan menjadi etalase, bukan instrumen perubahan. WCC memiliki mandat strategis untuk memastikan data menjadi alat penggerak kebijakan, bukan sekadar laporan tahunan. Dengan ekosistem data yang terbuka, kolaboratif, dan dapat diaudit publik, kepercayaan akan tumbuh—dan krisis sampah dapat ditangani dengan rasional, transparan, dan adil.

 

Referensi

SIPSN, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, https://sipsn.kemenlh.go.id/

DataIndonesia, perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah

Authors