Anwar Muhammad Foundation – Selama lebih dari satu abad, ide “survival of the fittest” sebuah frasa yang berasal dari pemikiran Herbert Spencer dan kemudian dikaitkan dengan Darwinisme sosial telah menjadi semacam mitos ilmiah yang merembes ke dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, terutama ekonomi. Dalam kerangka kapitalisme, konsep ini diterjemahkan secara ekstrem sebagai pembenaran atas dominasi, persaingan tanpa batas, dan peminggiran mereka yang dianggap “tidak produktif”.
Namun, sebagaimana dikritik oleh Mubariq Ahmad, filsafat ini justru merupakan bentuk “ilmu sesat” sebuah distorsi dari prinsip evolusi yang justru memupuk penindasan antar manusia, bukan membangun kebersamaan (Ahmad, 2025). Kapitalisme modern, dengan semangat kompetitifnya, telah merestorasi watak hewani dalam struktur ekonomi: siapa yang kuat bertahan, siapa yang lemah tersingkir.
Bakteri: Guru Ekonomi Baru
Sumber foto: alodokter
Berbeda dengan hewan yang hidup dalam hierarki dan dominasi, dunia mikroba khususnya bakteri menyimpan pelajaran mengejutkan tentang kehidupan kolektif. Dalam dunia mereka, prinsip kerja sama adalah fondasi bertahan hidup. Bakteri tidak menyerang atau menaklukkan satu sama lain untuk bertahan, tetapi membangun sistem komunikasi canggih seperti quorum sensing, sebuah mekanisme kimiawi yang hanya mengaktifkan tindakan kolektif setelah mencapai konsensus populasi (Miller & Bassler, 2001).
Tidak hanya itu, mereka juga membentuk biofilm struktur pelindung kolektif yang memperkuat daya tahan mereka terhadap lingkungan eksternal. Ini adalah bentuk solidaritas ekologis yang sejati. Sebagaimana ditegaskan oleh Syafruddin Karimi, manusia perlu berhenti meniru hewan dan mulai belajar dari mikroba yang hidup dalam koordinasi dan sinergi (Karimi, 2025). Inilah dasar dari ekonomi alternatif: survival of the cooperative.
Revolusi Paradigma: Ekonomi Kooperatif sebagai Jalan Keluar
Sumber foto: republika co
Krisis global saat ini ketimpangan ekonomi, kerentanan sosial, dan kegagalan sistemik tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan kompetitif yang memusatkan kekuasaan. Sebaliknya, kita membutuhkan desain sistem ekonomi baru yang diinspirasi dari solidaritas mikroba: kolaboratif, resilient, dan inklusif.
Baca Juga : Hutan Tropis, Paru-paru Dunia yang Terancam
Ekonomi kooperatif, ekonomi solidaritas, dan platform berbasis kepercayaan sosial (trust-based systems) merupakan manifestasi dari biofilm sosial. Konsep ini didukung oleh berbagai studi ekonomi eksperimental dan perilaku yang membuktikan bahwa kerja sama menghasilkan hasil jangka panjang yang lebih stabil dibandingkan kompetisi (Fehr & Gächter, 2002; Ostrom, 2009).
Kesimpulan
Kita hidup di zaman yang menuntut rekonstruksi nilai. Dunia tidak membutuhkan lebih banyak pemangsa, melainkan lebih banyak penjaga kehidupan. Ekonomi bukan medan pertempuran antara yang kuat dan lemah, tetapi ruang tumbuh bersama dalam kesalingan. Kini saatnya mengganti narasi “survival of the fittest” dengan “survival of the cooperative”. Kita perlu menyalakan cahaya kolektif, bukan memperkuat dominasi individual. Bukan dengan meniru singa di savana, tetapi meneladani bakteri dalam usus: kecil, tak terlihat, tapi menyelamatkan kehidupan.
Referensi
Miller, M. B., & Bassler, B. L. (2001). Quorum sensing in bacteria. Annual Review of Microbiology, 55(1), 165–199.
Fehr, E., & Gächter, S. (2002). Altruistic punishment in humans. Nature, 415(6868), 137–140.
Ostrom, E. (2009). Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge University Press.
Karimi, S. (2025). Catatan Diskusi Pribadi.
Ahmad, M. (2025). Catatan Diskusi Pribadi