Skip to content

Saatnya Beraksi! GENERASI HIJAU Siap Lakukan Mitigasi Krisis Iklim

  • by

Berdasarkan prediksi, 10—30 tahun mendatang akan terjadi krisis iklim di bumi ini, yakni tepatnya pada 2050. Lebih dari 25 persen permukaan Bumi diprediksi mulai mengalami dampak aridifikasi pada 2050. Aridifikasi adalah ancaman utama yang mempercepat degradasi dan penggurunan lahan. Proses ini menyebabkan hilangnya tanaman dan pohon yang penting untuk menyerap karbon dioksida di bumi. Hal ini juga meningkatkan kekeringan dan kebakaran hutan.

Dilansir dari Liputan6.com, studi lingkungan yang diterbitkan oleh The Journal Nature Climate Change mengungkapkan dampak aridifikasi tersebut bisa terjadi apabila manusia tidak mengikuti perubahan yang diusulkan oleh Kesepakatan Iklim Paris. Studi tersebut mengklaim, apabila suhu rata-rata bumi naik dua derajat Celcius maka dalam 30 tahun mendatang, Bumi bisa menjadi padang pasir.

Hal tersebut mengancam keamanan dan kedaulatan pangan, menenggelamkan pulau-pulau, menimbulkan berbagai bencana akibat cuaca ekstrim, seperti badai dan banjir. Kondisi ini memungkinkan munculnya berbagai konflik sosial karena perebutan sumber daya alam yang kian menipis.

Prediksi ini mengisyaratkan bahwa manusia harus segera bergerak demi kebaikan bersama. Oleh karena itu, perubahan yang berorientasi pada kebaikan alam perlu diperhatikan, misalnya dari gaya hidup yang boros energi fosil ke arah gaya hidup yang bersih dan berkelanjutan. Perubahan gaya hidup ini bukan persoalan sederhana. Hal ini berkaitan dengan tatanan politik, ekonomi, sosial dan budaya atau Poleksosbud.

Dengan demikian, perubahan ke arah gaya hidup yang lebih bersih (clean) dan hijau (green) membutuhkan transformasi tatanan politik, tatanan sosial, tatanan ekonomi, dan tatanan budaya secara holistik. Karena itu, perlu ada transformasi struktural di level kebijakan untuk mendukung perubahan yang kita inginkan bersama ini, demi menyelamatkan masa depan bumi, masa depan anak cucu kita.

Indonesia mempunyai dua momentum transformasi menuju kehidupan berkelanjutan dan upaya mencegah krisis iklim. Pertama, komitmen untuk menurunkan emisi karbon sesuai NDC (Nationally Determined Contribution) tahun 2030 sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional. Kedua, Indonesia sudah harus memutuskan bahwa tahun 2050 adalah batas waktu untuk mencapai target net-zero emission.

Upaya untuk mencapai dua momentum ini tidak mudah. Seperti disebutkan sebelumnya, dibutuhkan transformasi tatanan poleksosbud secara holistik. Sayangnya, meskipun pemerintah sudah menyatakan berbagai komitmen untuk target NDC dan rencana mencapai target net zero emission, di level aksi (tindakan) masih jauh panggang dari api.

Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan banyak pihak, termasuk kalangan masyarakat sipil dan kaum intelektual. Jika tidak dikawal dan diingatkan, pemerintah bisa lupa dengan target-target tersebut, dan terjebak dalam prilaku business as usual. Dampaknya, kita akan mewariskan “neraka” kepada anak cucu kita pada tahun 2050 dan sesudahnya.

Lahirnya Koalisi GENERASI HIJAU

Kegelisahan atas kondisi bumi yang kian memburuk membuat sejumlah intelektual dan aktivis masyarakat sipil yang peduli dengan masa depan bangsa Indonesia dan masa depan umat manusia di muka bumi ini, mencoba membangun kesadaran bersama dan berbuat untuk memperbaiki tatanan poleksosbud yang mendukung keberlanjutan kehidupan kita di masa yang akan datang.

Awal April 2021, disepakati berdirinya sebuah koalisi untuk mengawal upaya penguatan green economy di Indonesia dalam rangka mencegah krisis iklim, yang dinamakan dengan Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia (GENERASI HIJAU).

Sejumlah tokoh intelektual dan aktivis ikut menginisiasi GENERASI HIJAU ini, termasuk Sekretaris Jenderal Seknas FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Misbah Hasan, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Dr. Muhammad Faisal, Direktur Eksekutif Rumah Indonesia Berkelanjutan (RIB) Dr. Cand. Yusdi Usman, Ketua Umum METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) Dr. Surya Darma, Direktur Eksekutif METI Paul Butar Butar, Direktur Eksekutif International Research Institute for Decarbonization (IRID) Moekti H. Soejachman, Ketua IAP2 Indonesia Aldi Muhammad Alizar, dan sejumlah tokoh intelektual dan aktivis masyarakat sipil lainnya.

Ke depan, GENERASI HIJAU akan memperluas jaringan dengan berbagai kekuatan masyarakat sipil lainnya dalam rangka memperkuat upaya pencegahan krisis iklim. Dalam jangka pendek, gerakan ini akan melakukan advokasi green stimulus untuk diakomodasikan dalam APBN 2022. Proses ini dimulai dengan upaya advokasi dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang sedang disusun oleh Bappenas, dan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun 2022 yang sedang disusun oleh Badan Kebjakan Fiskal Kementerian Keuangan RI.

Untuk jangka panjang, GENERASI HIJAU akan membangun kolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka memperkuat green economy, terutama untuk sektor-sektor yang berkontribusi besar pada emisi karbon, yakni sektor kehutanan dan penggunaan lahan, energi, pertanian, industri, dan persampahan.

GENERASI HIJAU akan bekerja dalam melakukan perubahan di tingkat struktur sosial (tatanan sosial, kebijakan publik, anggaran pemerintah, dll.), dan juga perubahan kultural di level aktor (beliefs, values dan norms), yang akan berkontribusi pada dua hal: perubahan gaya hidup hijau (green lifestyle) dan tercapainya target NDC Indonesia 2030, serta disepakatinya target net zero emission pada ulang tahun emas 100 tahun Indonesia, yakni tahun 2045, atau paling lambat 2050. ##

Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia (GENERASI HIJAU)

Koordinator: Misbah Hasan
Anggota:            

  1. Misbah Hasan, SEKNAS FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran)
  2. Dr. Muhammad Faisal, CORE Indonesia
  3. Dr. Cand. Yusdi Usman, RIB (Rumah Indonesia Berkelanjutan)
  4. Dr. Surya Darma, METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia)
  5. Paul Butar Butar, METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia)
  6. Aldi Muhammad Alizar, IAP2 Indonesia (International Association for Public Participation)
  7. Moekti H. Soejachmoen, IRID (International Research Institute for Decarbonization)
  8. M. Bijaksana Junerasano, WASTE4CHANGE
  9. Fikri Adiprana, AMF (Anwar Muhammad Foundation)
  10. Buyung Marajo, POKJA 30 – Kalimantan Timur
  11. Didik Suprapta, FAKTA – Kalimantan Barat
  12. Triyono Hardi, FITRA RIAU
  13. Wildayanti, ABSOBSI (Asosiasi Bank Sampah Indonesia)
  14. Pris Polly, IPI (Ikatan Pemulung Indonesia)
  15. Saut Marpaung, APSI (Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia)
  16. Ahmad Nuzuluddin, IPR (Indonesia Plastic Recyclers)
  17. Herry, ADUPI (Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia)

Sumber:https://rumahberkelanjutan.id/generasi-hijau-ikhtiar-mencegah-krisis-iklim/

Author