Skip to content

Memandang Isu Krisis Iklim dalam Kacamata Perempuan

  • by

Anwar Muhammad Foundation  – Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia merayakan Hari Kartini. Raden Ajeng Kartini yang lahir di tanggal tersebut merupakan pahlawan nasional di bidang pendidikan perempuan. Dalam kacamata perempuan beliau merupakan sosok yang kritis yang mampu melihat bahwa terdapat keterbatasan bagi perempuan dalam menuntut ilmu. Hal ini menjadikan perempuan tidak berdaya apabila dihadapkan dengan berbagai dinamika kehidupan.

Pembatasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi di masa Kartini, melainkan juga masih terjadi saat ini. Ketidaksetaraan yang perempuan hadapi dalam sistem yang ada menjadikan perempuan lebih rentan terhadap berbagai isu yang terjadi. Salah satu permasalahan global yang menempatkan perempuan pada posisi paling rentan adalah krisis iklim.

Perempuan Lebih Merasakan Dampak Krisis Iklim

Perempuan merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap dampak krisis iklim di samping penyandang disabilitas, penduduk miskin, serta anak-anak. Mereka merupakan pihak-pihak yang secara sosial, ekonomi, budaya, dan politik, termarjinalisasi.

Krisis iklim dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan menjadikan masyarakat kehilangan tempat tinggalnya sehingga harus mengungsi di wilayah lain. Sejumlah 80% dari masyarakat tersebut merupakan perempuan. Hal ini menjadikan perempuan kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal. Bencana-bencana alam juga semakin gencar terjadi. Perempuan mencakup 70% korban bencana tsunami yang terjadi di tahun 2004 silam.

 Baca Juga : Hutan, Solusi Krisis Iklim yang Terus Terancam 

Perempuan yang notabene memegang tanggung jawab terhadap ketersediaan pangan keluarga akan mengalami kesulitan. Hal ini karena krisis iklim dapat menyebabkan gagal panen sehingga pasokan pangan pun berkurang. Tidak hanya itu, perempuan juga memiliki peran yang lebih, yaitu seorang ibu. Perempuan membutuhkan nutrisi yang lebih untuk perannya dalam mengandung dan menyusui. Dengan berkurangnya bahan pangan ataupun air, maka tumbuh kembang anak dalam kandungan akan terganggu.

Sebagian besar petani yang hidup di daerah miskin merupakan perempuan. Petani perempuan akan semakin terdampak apabila pertanian mereka terdampak krisis iklim. Petani perempuan seringkali mengalami diskriminasi dalam mengakses lahan, jasa keuangan, serta modal sosial, dan teknologi. Ketersediaan air juga terancam akibat krisis iklim. Hal ini menjadikan perempuan yang tinggal di daerah tanpa layanan air harus berjalan lebih jauh untuk mendapatkan air bagi keluarganya.

UNFPA mendapati data yang menunjukkan bahwa kekerasan seksual semakin meningkat setelah suatu daerah mengalami bencana alam berbasis iklim. Pernikahan dini seringkali terjadi karena adanya desakan ekonomi keluarga yang salah satunya disebabkan oleh krisis iklim. Hal ini menunjukkan seberapa rentan perempuan terhadap dampak krisis iklim.

Memandang Isu Krisis Iklim

Sumber: Dokumen Penulis

Mencegah Diskriminasi Perempuan dalam Isu Krisis Iklim

Terdapat banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi perilaku diskriminasi perempuan dalam isu krisis iklim. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah analisis gender yang pada dasarnya menganalisis pembedaan peran antara perempuan dan laki-laki. Hasil analisis gender dapat dituangkan dalam rumusan rencana aksi mengatasi isu kesenjangan gender. Hal ini dilakukan dengan mengakomodasi pemenuhan kebutuhan praktis dan kepentingan strategis gender.

Perempuan harus dipastikan ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait dengan isu krisis iklim. Memastikan terdapat perwakilan perempuan dalam forum diskusi perlu dilakukan. Tidak hanya itu, program yang responsif terhadap isu gender perlu diselenggarakan.

 Baca Juga : Elektrifikasi Kendaraan untuk Urban Mobility Berkelanjutan 

Perempuan juga perlu diberdayakan sebagai aktor ekonomi dan iklim. Hal ini akan mendorong partisipasi perempuan dalam menyelesaikan krisis iklim. Perempuan yang berdaya juga akan semakin kuat menghadapi dampak krisis iklim.

Perempuan adalah penentu masa depan suatu bangsa. Sudah tanggung jawab kita bersama untuk melindungi hak-hak perempuan dalam sektor apapun, terutama dalam isu krisis iklim. Dengan menyediakan sistem yang mengakomodasi 4 aspek integrasi gender (akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat), hasil yang didapatkan bukan hanya perempuan yang tahan terhadap krisis iklim. Kemajuan bangsa secara umum juga akan dapat terwujudkan.

Author